Dolomit termasuk
rumpun mineral karbonat, mineral dolomit murni secara teoritis mengandung
45,6% MgCO3 atau 21,9% MgO dan 54,3% CaCO3 atau 30,4% CaO. Rumus kimia
mineral dolomit dapat ditulis meliputi CaCO3.MgCO3, CaMg(CO3)2 atau
CaxMg1-xCO3, dengan nilai x lebih kecil dari satu. Dolomit di alam jarang
yang murni, karena umumnya mineral ini selalu terdapat bersama-sama dengan
batu gamping, kwarsa, rijang, pirit dan lempung. Dalam mineral dolomit
terdapat juga pengotor, terutama ion besi.
Dolomit berwarna putih keabu-abuan atau
kebiru-biruan dengan kekerasan lebih lunak dari batugamping, yaitu berkisar
antara 3,50 - 4,00, bersifat pejal, berat jenis antara 2,80 - 2,90,
berbutir halus hingga kasar dan mempunyai sifat mudah menyerap air serta
mudah dihancurkan. Klasifikasi dolomit dalam perdagangan mineral industri
didasarkan atas kandungan unsur magnesium, Mg (kimia), mineral dolomit
(mineralogi) dan unsur kalsium (Ca) dan magnesium (Mg). Kandungan unsur
magnesium ini menentukan nama dolomit tersebut. Misalnya, batugamping
mengandung ± 10 % MgCO3 disebut batugamping dolomitan, sedangkan bila
mengandung 19 % MgCO3 disebut dolomite.
Penggunaan dolomit dalam industri tidak seluas penggunaan batugamping dan
magnesit. Kadang-kadang penggunaan dolomit ini sejalan atau sama dengan
penggunaan batugamping atau magnesit untuk suatu industri tertentu. Akan
tetapi, biasanya dolomit lebih disukai karena banyak terdapat di alam.
Madiapoera, T (1990) menyatakan bahwa penyebaran dolomit yang cukup besar
terdapat di Propinsi Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jawa Tengah, Jawa
Timur dan Madura dan Papua. Di beberapa daerah sebenarnya terdapat juga
potensi dolomit, namun jumlahnya relatif jauh lebih kecil dan hanya berupa
lensa-lensa pada endapan batugamping.
- Propinsi Nangroe Aceh Darussalam; Aceh Tenggara, desa Kungki berupa
marmer dolomit. Cadangan masih berupa sumberdaya dengan
kandungan MgO = 19%.
- Propinsi Sumatera Utara; Tapanuli Selatan, desa Pangoloan, berupa lensa
dalam batugamping. Cadangan berupa sumberdaya dengan kandungan
MgO = 11 - 18%.
- Propinsi Sumatera Barat; Daerah Gunung Kajai. (antara Bukittinggi -
Payakumbuh). Umur diperkirakan Permokarbon.
- Propinsi Jawa Barat; daerah Cibinong, yaitu di Pasir Gedogan. Dolomit di
daerah ini umumnya berwarna putih abu-abu dan putih serta
termasuk batugamping dolomitan yang bersifat keras, kompak dan kristalin.
- Propinsi Jawa Tengah; 10 km timur laut Pamotan. Endapan batuan dolomit
dan batugamping dolomitan.
- Propinsi Jawa Timur; Gn. Ngaten dan Gn. Ngembang, Tuban, formasi
batu-gamping Pliosen. MgO = 18,5% sebesar 9 juta m3, kandungan MgO = 14,5%
sebesar 3 juta m3.
· Tamperan, Pacitan. Cadangan berupa
sumberdaya dengan cadangan sebesar puluhan juta ton. Kandungan MgO = 18%.
· Sekapuk, sebelah Utara Kampung Sekapuk (Sedayu – Tuban). Terdapat di
Bukit Sekapuk, Kaklak dan Malang, formasi gamping umur Pliosen, ketebalan
50 m, bersifat lunak dan berwarna putih. Cadangan sekitar 50 juta m3;
Kandungan MgO di Sekapuk (7,1 - 20,54%); di Sedayu (9,95- 21,20 %); dan di
Kaklak (9,5 - 20,8%);
· Gunung Lengis, Gresik. Cadangan sumberdaya, dengan kandungan MgO = 11,1-
20,9 %, merupakan batuan dolomit yang bersifat keras, pejal, kompak dan
kristalin
· Socah, Bangkalan, Madura; satu km sebelah Timur Socah. Cadangan 430 juta
ton dan sumberdaya. Termasuk Formasi Kalibeng berumur Pliosen,
warna putih, agak lunak, sarang. Ada di bawah batugamping dengan kandungan
MgO 9,32 -20,92%
· Pacitan, Sentul dan Pancen; batugamping dolomitan 45,5 - 90,4%, berumur
Pliosen. Di Bukit Kaklak, Gresik endapan dolomit terdapat dalam
formasi batu-gamping Pliosen, tebal + 35 m dan jcadangan sekitar 70 juta m3.
- Propinsi Sulawesi Selatan; di Tonassa, dolomit berumur Miosen dan
merupakan lensa-lensa dalam batugamping
- Propinsi Papua; di Abe Pantai, sekitar Gunung Sejahiro, Gunung Mer dan
Tanah Hitam; kandungan MgO sebesar 10,7-21,8%, dan merupakan
lensa-lensa dan kantong-kantong dalam batugamping.
Aragonite terbentuk melalui proses kristalisasi
magma, hal ini dapat dilihat dari ciri fisik dari mineral berikut yaitu
warna segar putih bening,warna lapuk putih, cerat putih, kilap kaca yaitu
suatu kenampkan cahaya yang dipantulkan dari suatu mineral berupa kenampakan
seperti pecahan kaca, belahan yaitu sifat mineral untuk pecah pada bagian
tertentu dalam bentuk bidang-bidang yang rata seperti mineral diatas
mempunyai belahan jelas dimana tidak begitu rata,dapat pecah pada arah lain
dengan mudah, pecahan even yaitu bidang pecahan halus agak kasar, mendekati
bidang rata, kekersan yaitu daya tahan mineral terhadap goresan atau
tekanan dari luar yang dipengaruhi oleh susunan atom dimana mineral ini
mempunyai kekerasan 5.5-6, berat jenis 2.95 , tenacity yaitu reaksi mineral
terhadap pembengkokan, pematahan, pemukulan, atau penghancuran, tenacity
dari mineral ini adalah sectile dimana mineral ini dapat diiris dengan
pisau, bentuk kristal orthorombik komposisi kimia karbonat (CaCo3).
Mineral ini terdapat pada batuan dengan
komposisi kimia yang sama yaitu kabonat (CaCo3), namun mineral ini menyusun
batuan yang koposisi mianera berbeda.
Mineral terbentuk pada saat terjadi
pembekuan magma secara berlahan dimana dapat diketahui pada Bowen Reaction
Series, dimana mineral yang terbentuk pada fase Discontinius yaitu olivin
pada suhu pembentukan sekitar 1200 o – 900o C, kemudian orthopiroksin
dengan suhu sekitar 1000o – 900o C,selanjutnya klinopiroksin pada suhu 900o
– 800o C, kemudian mineral yang terbentuk yaitu amphibol dengan suhu 800o –
700o C, selanjutnya mineral yang terbentuk adalah biotit denga suhu
pembentukan sekitar 700o – 600o C. Pada fase ini mineral dapat terbentuk
walaupun tida berurutan sedangkan pada fase continius mineral terbentuk
secara berurutan yan dimualai dari mineral anortit dengan suhu pembentukan
1200 – 1000 C, dengan dilanjutkan dengan mineral bitounit dengan suhu
pembentukan 1000 – 900 C, kemudian mineral yang selanjutnya terbentuk
adalah labradorit dengan suhu pembentukan sekitar 900 – 800 C, sedikit mengalami
pemanasan makan mineral selanjutnya yang terbetuk adalah andesin dengan
suhu pembentukan sekitar 800 – 700 C, kemudian mengalami pemanasan lagi
maka mineral yang terbentuk selanjutnya adalah mineral oligoklas engan suhu
pembentukannya sekitar 700 – 600 C dan dilanjutkan dengan mineral yang
terbetuk adalah albit dengan suhu pembentukan sekitar 600 – 500 C. Setelah
mengalami pendinginan suhu pada magma, maka fase discontinius dan continius
bertemu dan membentuk mineral k felspar dengan suhu pembentukannya sekitar
500 – 400 C,selanjutnya mineral yang terbentuk adalah muskovit dan kuarsa.
Mineral ini berasosiasi dengan mineral
yang komposisi kimia sama seperti nitrat dan karbonat. Penentuan asosiasi
dari mineral ini bukan hanya dibatasi pada mineral- mineral dengan
komposisi kimia yang sama, akan tetapi juga keteradapatan pada batuan yang
sama , proses yang sama pada saat terbentuk, dan juga berdasarkan
lingkungan pegendapan dari batuan yang disusun oleh mineral tersebut.
PENGARUH MINERAL KARBONAT TERHADAP LINGKUNGAN
PENGENDAPAN
Pembentukan
mineral karbonat tidak lepas dari kondisi air (tawar dan asin) dimana
batuan karbonat tersebut terbentuk. Walaupun mineral karbonat dapat
terbentuk pada air tawar dan laut, namun informasi banyak diperoleh dari
kondisi air laut.
Terdapat variasi kedalaman laut (hingga ribuan meter) dimana
mineral-mineral karbonat dapat terbentuk, namun produktifitas terbentuknya
mineral karbonat hanya pada wilayah dimana cahaya matahari dapat tembus
(Light saturation zone). Tingkat produktifitas mineral karbonat paling
tinggi yaitu pada kedalaman 0 – 20 meter (Gambar 1) dimana cahaya matahari
efektif menembus kedalaman ini.
Gambar
2.1 Penampang yang memperlihatkan hubungan produksi mineral karbonat
terhadap kedalaman laut (Tucker & Wright, 1990).
Selain
kedalaman laut, produktifitas mineral karbonat juga ditentukan oleh
organisme penyusun batuan karbonat. Beberapa jenis organisme mempunyai
komposisi mineral karbonat yang tertentu seperti koral yang umum dijumpai
sebagi penyusun batuan karbonat modern memiliki komposisi mineral aragonit,
sedangkan organisme lainnya seperti algae, foraminifera umumnya tersusun
oleh mineral kalsit (Tabel 1).
Tabel
1 Komposisi mineral setiap organisme yang umum dijumpai pada batuan karbonat
modern. (Sumber: Flügel, 1982).
Indikasi
organisme tersebut sebenarnya juga menjadi indikasi lingkungan pengendapan
yang paling baik. Hal ini juga berlaku jika ditinjau dari segi mineralogi
organisme tersebut. Koral misalnya yang berkomposisi aragonit, dimana
aragonit hanya ditemukan pada kedalaman hingga 2000 meter, maka dapat
dikatakan bahwa koral yang menyusun batuan karbonat umumnya pada lingkungan
laut dangkal.
MINERAL UTAMA PENYUSUN BATUAN KARBONAT
Menurut Milliman (1974), Folk (1974) dan Tucker dan Wright (1990)
mengungkapkan bahwa mineral karbonat yang penting menyusun batuan karbonat
adalah aragonit (CaCO3), kalsit (CaCO3) dan dolomit (CaMg(CO3)2). Selain
mineral utama tersebut beberapa mineral sering pula dijumpai dalam batuan
karbonat yaitu magnesit (Mg CO3), Rhodochrosite (MnCO3) dan siderit (Fe
CO3) (Tabel 2).
Tabel 2 Sifat petrografis mineral
pembentuk batuan karbonat (Flügel (1982)
|
Aragonite
|
Calcite
(Low-Mg Calcite)
|
Mg- Calcite
(High-Mg Calcite)
|
Dolomite
|
Rumus Kimia
|
CaCO3
|
CaCO3
|
CaCO3
|
CaMg(CO3)2
|
Sistem Kristal
|
rhombik
|
Hexagonal (rhombohedral)
crystal
|
trigonal
|
Trace elemen yang umum
|
Sr, Ba, Pb, K
|
Mg, Fe, Mn, Zn, Cu
|
Fe, Mn, Zn, Cu
|
Mol% MgCO3
|
-
|
< 4
|
> 4 s/d > 20
|
40 - 50
|
Indeks refraksi ganda
|
0,155
|
0,172
|
0,177
|
Berat jenis
|
2.94
|
2,72
|
2,86
|
Kekerasan
|
3,5 - 4
|
3
|
3,5 - 4
|
Kenampakan kristal
|
Umumnya dalam bentuk acicular (fibrous) micrite
|
Sering dalam bentuk isometric (sparry calcite) micrite
|
Micrite, sering dalam bentuk acicular (fibrous)
|
Sering dalam bentuk isometric (sparry dolomite) micrite
|
Pembentukan
|
Dominan pada lingkungan laut dangkal
|
Dominan pada lingkungan laut dalam, umum pada lingkungan air tawar
|
Dominan pada lingkungan laut dangkal
|
Utamanya pada lingkungan laut sangat dangkal (transisi)
|
.
Jenis mineral yang umum dijumpai
tersebut mempunyai kharakteristik yang tidak jauh berbeda seperti yang
ditunjukkan pada tabel di atas. Walaupun ketiganya umum dijumpai pada
batuan karbonat namun yang paling umum adalah kalsit hususnya untuk
batuan-batuan tua. Hal ini disebabkan karena adanya perubahan atau
diagenesa dimana mineral aragonit cenderung berubah menjadi kalsit.
Bentuk kristal dari mineral kalsit dikontrol oleh kandungan Mg++ dalam air
dan bentuk ikatan kimianya dengan Ca. Semakin besar kandungan Mg++ maka
bentuk kristalnya cenderung kurus dan panjang seperti jarum dan sebaliknya
cenderung memipih (Gambar 2).
Gambar
2 Bentuk kristal mineral kalsit yang dikontrol oleh kondisi air (dikutip
dari Folk, 1972).
Struktur dasar yang umum dalam mineral karbonat adalah grup CO3. struktur
ini memiliki 3 atom oksigen dengan pusat kristal pada atom C. ikatan ini
merupakan ikatan yang relatif lebih kuat dibanding dengan ikatan kimia
lainnya dalam mineral karbonat (Tucker dan Wright, 1990). Bentuk struktur
kristal dari ketiga mineral utama karbonat seperti disebutkan pada tabel 2
digambarkan dalam tiga dimensi untuk menjelaskan lapisan-lapisan setiap
unit (Gambar 3).
Khusus untuk kalsit dan dolomit mempunyai kesamaan system kristal tetapi
berbeda secara struktur. Pada kalsit terdapat perselingan lapisan antara
atom Ca dan kelompok CO3. Setiap kelompok CO3 dalam satu lapisan mempunyai
orientasi 180O terhadap lapisan didekatnya (Gambar 2.3).
Gambar
3 Morfologi kristal mineral karbonat (kalsit dan dolomit).
Ketiga mineral utama tersebut mempunyai lingkungan pembentukan tersendiri.
Mineral aragonit terbentuk pada lingkungan yang mempunyai temperatur tinggi
dengan penyinaran matahari yang cukup, sehingga batuan karbonat yang
tersusun oleh komponen dengan mineral aragonit merupakan produk laut
dangkal dengan kedalaman sekitar 2000 meter, namun perkembangan maksimum
adalah hingga kedalaman 200 meter. Sedangkan mineral kalsit merupakan
mineral yang stabil dalam air laut dan dekat permukaan kulit bumi. Mineral
kalsit tersebut masih bisa ditemukan hingga kedalam laut mencapai 4500
meter (Gambar 2.4).
Dolomit adalah mineral karbonat yang stabil dalam air laut dan dekat
permukaan. Dolomit menurut sebagian ahli merupakan batuan karbonat yang
terbentuk oleh hasil diagenesa batuan yang telah ada. Dengan demikian maka
dolomit hanya umum dijumpai pada daerah evaporasi atau transisi.
Wilayah atau kedalaman dimana mineral aragonit mulai melarut pada kedalaman
sekitar 600 meter disebut lysocline dan pada kedalaman sekitar 2000 meter
merupakan zona dimana aragonit tidak terbentuk lagi atau dikenal sebagai
Aragonite Compensation Depth (ACD). Sedangkan mineral kalsit mulai melarut
pada kedalaman sekitar 3000 meter dan pada kedalaman sekitar 4200 meter
tidak ditemukan lagi mineral karbonat atau disebut Calcite Compensation
depth (CCD) (Gambar 4).
Gambar 4 Diagram yang memperlihatkan posisi relatif
mineral aragonit dan kalsit terhadap kedalaman air laut dan tingkat
solubilitas mineral yang ditunjukkan oleh garis ACD dan CCD pada daerah
tropis. Pembagian zona menjadi 4 zona yaitu zona presipitasi (I), zona
dissolusi parsial (II), zona dissolusi aktif (III) dan zona dimana tidak
ditemukan lagi mineral karbonat (IV).
Terjadinya perbedaan tersebut tidak hanya terjadi oleh
karena perbedaan sinar matahari yang bisa masuk tetapi juga disebabkan oleh
temperatur air laut, kandungan Mg2+, saturasi dari konsentrasi CO32- serta
fisiologi biotanya (Tucker dan Wright, 1990).
Diagram yang diperlihatkan pada gambar 4 di atas secara berangsur berubah
atau mendangkal seiring dengan perubahan latitude, damana semakin ke arah
kutup, maka zona-zona tersebut semakin mendangkal (Gambar 5). Perubahan
tersebut terjadi oleh perbedaan cahaya matahari yang bisa masuk kedalam air
laut. Kedalaman air laut yang bisa tertembus oleh sinar matahari semakin
tinggi pada posisi dekat dengan equator atau khatulistiwa. Oleh karena itu
pada daerah-daerah equatorial merupakan wilayah yang menjadi tempat
berkembangnya terumbu modern yang baik. Sebaliknya zona yang menjauh dari
daerah equatorial maka kedalaman air yang dapat ditembus oleh cahaya
matahari semakin dangkal sehingga semakin kurang baik perkembangan
terumbunya.
Gambar
5 Diagram yang memperlihatkan posisi relatif zona presipitasi (I), zona
dissolusi parsial (II), zona dissolusi aktif (III) dan zona dimana tidak
ditemukan lagi mineral karbonat (IV) terhadap latitude.
Khusus untuk daerah tropis, pembagian zona tersebut CCD mencapai kedalaman
laut sekitar 4500-an meter atau hingga laut dalam (deep sea). Jika zona-
zona tersebut diintegrasikan dengan panampang lingkungan pengendapan laut
secara dua dimensi (Gambar 6), maka zona dimana masih bisa ditemukan adanya
mineral kalsit termasuk kedalam laut dalam (deep sea) pada zona III.
Gambar
6 Diagram yang memperlihatkan hubungan antara zona-zona mineral karbonat
terhadap lingkungan pengendapan pada laut modern
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar