II. KEADAAN GEOLOGI ENREKANG
2.1. Geologi Daerah
Penyelidikan.
Geologi di daerah
penyelidikan terdapat dalam zona Mandala Sulawesi Barat, terletak diantara dua
buah patahan naik yang berarah hampir Utara-Selatan berupa perbukitan kapur
sangat terjal dari Formasi Makale yang terdapat pada bagian Barat, dan
perbukitan tinggi Gunung Latimojong yang terdapat pada bagian Timur daerah
penyelidikan. Pada bagian Tengah yaitu diantara kedua tinggian tersebut
terdapat aliran sungai yang umumnya mengalir anak-anak sungai dari arah Timur
dan Timurlaut menuju kearah Selatan dengan pola aliran dendritik dan semi
parallel menuju sungai utama yaitu Sungai Mataallo yang mengalir dari arah
Utara ke Selatan. Umumnya aliran-aliran sungai yang terdapat di daerah
penyelidikan tersebut dikontrol oleh adanya patahan-patahan naik dan mendatar,
sehingga pola-pola struktur yang ada didaerah penyelidikan tersebut dapat
dilacak dengan mudah
2.1.1. Morfologi Daerah Penyelidikan.
Morfologi daerah
penyelidikan umumnya dapat dikelompokkan menjadi tiga satuan morfologi yaitu :
1. Satuan
morfologi dataran.
2. Satuan
morfologi perbukitan bergelombang
3. Satuan
morfologi perbukitan terjal.
Satuan morfologi
dataran, umumnya terdapat pada bagian Tengah dan sedikit pada bagian Utara,
Selatan dan Timur, yang menempati sekitar 10% daerah penyelidikan, umumnya
merupakan lahan persawahan dan tempat pemukiman penduduk. Mempunyai rata-rata
ketinggian sekitar 250 meter sampai 500 meter dari permukaan laut.
Satuan morfologi
perbukitan bergelombang sedang, umumnya terdapat pada bagian Utara, Timurlaut,
dan Tengah daerah penyelidikan yang menyebar hampir berarah Utara-Selatan,
menempati sekitar 50% daerah penyelidikan, umumnya berupa lahan hutan industri
dan sedikit perkebunan serta pemukiman penduduk. Mempunyai rata-rata ketinggian
sekitar 500 meter sampai 1000 meter dari permukaan laut.
Satuan morfologi
perbukitan terjal, umumnya terdapat pada bagian Timur, Barat, Baratlaut dan
Utara, yang menyebar tidak merata, menempati sekitar 40% daerah penyelidikan,
umumnya berupa hutan lindung dan hutan konservasi, kurang ditempati penduduk,
mempunai rata-rata ketinggian antara 1000 meter sampai lebih dari 2000 meter
dari permukaan laut.
2.1.2. Stratigrafi Daerah Penyelidikan.
Batuan tertua yang
tersingkap di daerah penyelidikan adalah batuan-batuan dari Formasi Latimojong
yang berumur Kapur Akhir. Secara umum batuan formasi ini telah mengalami
pemalihan lemah sampai sedang, yang terdiri dari batuan serpih, filit, rijang,
marmer, kuarsit dan breksi terkersikkan. Tebal formasi ini diperkirakan lebih
dari 1000 meter dan diendapkan pada lingkungan laut dalam.
Formasi Toraja,
diendapkan secara tidak selaras diatas Formasi Latimojong. Pada bagian bawah
formasi ini berupa batuan serpih yang berwarna cokelat kemerahan (ungu tua)
dengan sisipan lapisan batupasir kuarsa 20 Cm sampai 100 Cm yang berstruktur
sedimen turbidit halus dan tidak bereaksi terhadap cairan HCl 10%. Pada bagian
atas formasi ini berupa batuan serpih napalan yang berwarna secara berangsur
menjadi cokelat sampai abu-abu gelap, dan terdapat sisipan-sisipan batugamping
kelabu hingga putih yang berupa lensa-lensa besar mengandung Numulites dari
Anggota Batugamping Toraja. Diduga umur dari Formasi Toraja tersebut adalah
Eosen sampai Miosen dan diendapkan pada lingkungan Laut Dalam sampai Laut
Dangkal. Tebal formasi ini diperkirakan lebih dari 1000 Meter.
Formasi Date,
diendapkan secara selaras diatas Formasi Toraja. Pada bagian bawah terdiri dari
batuan serpih yang berwarna abu-abu muda sampai cokelat muda, napalan,
sedangkan pada bagian atas diselingi batulanau gampingan dan batupasir
gampingan, juga terdapat sisipan lapisan batubara 20 Cm sampai 80 Cm. Kandungan
fosil Foraminifera menunjukkan umur Oligosen Tengah sampai Miosen Tengah dengan
lingkungan pengendapan laut dangkal sampai rawa-rawa. Pada Formasi Date
tersebut diendapkan pula batugamping terumbu dari Formasi Makale.
Formasi Makale,
yang diendapkan secara berjari-jemari terhadap Formasi Date, berupa batugamping
terumbu yang terbentuk dalam lingkungan laut dangkal, diduga berumur Miosen
Awal sampai Miosen Tengah.
Formasi Loka, yang
diendapkan secara selaras terhadap Formasi Date, tapi tidak selaras terhadap
Formasi Toraja, yang berupa batuan epiklastik gunungapi, terdiri dari batupasir
andesitan, batulanau, konglomerat dan breksi. Berlapis hingga massif yang
merupakan endapan darat hingga delta dan laut dangkal. Fosil-fosil Foraminifera
menunjukkan umur Miosen Tengah hingga Miosen Akhir. Tebal formasi ini
diperkirakan hingga mencapai ratusan meter.
Batuan Gunungapi
Walimbong, yang diendapkan secara tidak selaras diatas Formasi Loka dan Formasi
Date, berupa endapan lava bersusunan basal sampai andesit, sebagian lava
bantal, breksi andesit piroksin, breksi andesit trakit, mengandung feldspatoit,
yang diendapkan dalam lingkungan laut. Batuan Gunungapi Walimbong tersebut
diperkirakan berumur Mio-Pliosen, dengan dugaan ketebalan lapisan hingga
ratusan meter.
Pengamatan
lingkungan pengendapannya yang diawali dari diendapkannya batuan Formasi Toraja
pada lingkungan Laut Dalam hingga diendapkannya batuan Formasi Date pada
lingkungan Laut Dangkal dan rawa-rawa, yang akhirnya diendapkannya batuan dari
Formasi Loka pada lingkungan delta sampai darat, maka disimpulkan bahwa siklus
sedimentasi di daerah penyelidikan tersebut telah mengalami siklus regresi .
2.1.3. Struktur Geologi.
Secara tektonik
geologi, bahwasanya daerah penyelidikan terletak dalam Zona Mandala Sulawesi
Barat, yang mana terdapat sekitar dua buah patahan naik yang hampir berarah
Utara-Selatan dan membusur ke arah Barat serta patahan normal yang berarah
Baratlaut-Tenggara, sedangkan patahan mendatar umumnya terletak pada bagian
Timur dan Barat daerah penyelidikan, yang umumnya hampir berarah Barat-Timur
dan Baratlaut-Tenggara yang umumnya memotong motong patahan naik. Arah jurus
lapisan batuan umumnya berarah Baratlaut-Tenggara, yaitu searah dengan lipatan
antiklin dan sinklin, sedangkan besarnya kemiringan lapisan batuan yaitu sangat
bervariasi, berkisar dari 200 sampai 750, hal ini disebabkan oleh adanya
kemiringan blok faulting yang tidak merata akibat dari adanya patahan-patahan
naik dan patahan geser karena tektonik, sehingga mengakibatkan sayap-sayap
sinklin umumnya mempunyai kemiringan lapisan yang relatip landai sedangkan pada
sayap antiklin umumnya mempunyai kemiringan lapisan yang sangat curam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar