Kamis, 27 Desember 2012

Geologi Regional Daerah Enrekang

II. KEADAAN GEOLOGI ENREKANG
2.1. Geologi Daerah Penyelidikan.
Geologi di daerah penyelidikan terdapat dalam zona Mandala Sulawesi Barat, terletak diantara dua buah patahan naik yang berarah hampir Utara-Selatan berupa perbukitan kapur sangat terjal dari Formasi Makale yang terdapat pada bagian Barat, dan perbukitan tinggi Gunung Latimojong yang terdapat pada bagian Timur daerah penyelidikan. Pada bagian Tengah yaitu diantara kedua tinggian tersebut terdapat aliran sungai yang umumnya mengalir anak-anak sungai dari arah Timur dan Timurlaut menuju kearah Selatan dengan pola aliran dendritik dan semi parallel menuju sungai utama yaitu Sungai Mataallo yang mengalir dari arah Utara ke Selatan. Umumnya aliran-aliran sungai yang terdapat di daerah penyelidikan tersebut dikontrol oleh adanya patahan-patahan naik dan mendatar, sehingga pola-pola struktur yang ada didaerah penyelidikan tersebut dapat dilacak dengan mudah
2.1.1. Morfologi Daerah Penyelidikan.
Morfologi daerah penyelidikan umumnya dapat dikelompokkan menjadi tiga satuan morfologi yaitu :
1. Satuan morfologi dataran.
2. Satuan morfologi perbukitan bergelombang
3. Satuan morfologi perbukitan terjal.
Satuan morfologi dataran, umumnya terdapat pada bagian Tengah dan sedikit pada bagian Utara, Selatan dan Timur, yang menempati sekitar 10% daerah penyelidikan, umumnya merupakan lahan persawahan dan tempat pemukiman penduduk. Mempunyai rata-rata ketinggian sekitar 250 meter sampai 500 meter dari permukaan laut.
Satuan morfologi perbukitan bergelombang sedang, umumnya terdapat pada bagian Utara, Timurlaut, dan Tengah daerah penyelidikan yang menyebar hampir berarah Utara-Selatan, menempati sekitar 50% daerah penyelidikan, umumnya berupa lahan hutan industri dan sedikit perkebunan serta pemukiman penduduk. Mempunyai rata-rata ketinggian sekitar 500 meter sampai 1000 meter dari permukaan laut.
Satuan morfologi perbukitan terjal, umumnya terdapat pada bagian Timur, Barat, Baratlaut dan Utara, yang menyebar tidak merata, menempati sekitar 40% daerah penyelidikan, umumnya berupa hutan lindung dan hutan konservasi, kurang ditempati penduduk, mempunai rata-rata ketinggian antara 1000 meter sampai lebih dari 2000 meter dari permukaan laut.


2.1.2. Stratigrafi Daerah Penyelidikan.
Batuan tertua yang tersingkap di daerah penyelidikan adalah batuan-batuan dari Formasi Latimojong yang berumur Kapur Akhir. Secara umum batuan formasi ini telah mengalami pemalihan lemah sampai sedang, yang terdiri dari batuan serpih, filit, rijang, marmer, kuarsit dan breksi terkersikkan. Tebal formasi ini diperkirakan lebih dari 1000 meter dan diendapkan pada lingkungan laut dalam.
Formasi Toraja, diendapkan secara tidak selaras diatas Formasi Latimojong. Pada bagian bawah formasi ini berupa batuan serpih yang berwarna cokelat kemerahan (ungu tua) dengan sisipan lapisan batupasir kuarsa 20 Cm sampai 100 Cm yang berstruktur sedimen turbidit halus dan tidak bereaksi terhadap cairan HCl 10%. Pada bagian atas formasi ini berupa batuan serpih napalan yang berwarna secara berangsur menjadi cokelat sampai abu-abu gelap, dan terdapat sisipan-sisipan batugamping kelabu hingga putih yang berupa lensa-lensa besar mengandung Numulites dari Anggota Batugamping Toraja. Diduga umur dari Formasi Toraja tersebut adalah Eosen sampai Miosen dan diendapkan pada lingkungan Laut Dalam sampai Laut Dangkal. Tebal formasi ini diperkirakan lebih dari 1000 Meter.
Formasi Date, diendapkan secara selaras diatas Formasi Toraja. Pada bagian bawah terdiri dari batuan serpih yang berwarna abu-abu muda sampai cokelat muda, napalan, sedangkan pada bagian atas diselingi batulanau gampingan dan batupasir gampingan, juga terdapat sisipan lapisan batubara 20 Cm sampai 80 Cm. Kandungan fosil Foraminifera menunjukkan umur Oligosen Tengah sampai Miosen Tengah dengan lingkungan pengendapan laut dangkal sampai rawa-rawa. Pada Formasi Date tersebut diendapkan pula batugamping terumbu dari Formasi Makale.
Formasi Makale, yang diendapkan secara berjari-jemari terhadap Formasi Date, berupa batugamping terumbu yang terbentuk dalam lingkungan laut dangkal, diduga berumur Miosen Awal sampai Miosen Tengah.
Formasi Loka, yang diendapkan secara selaras terhadap Formasi Date, tapi tidak selaras terhadap Formasi Toraja, yang berupa batuan epiklastik gunungapi, terdiri dari batupasir andesitan, batulanau, konglomerat dan breksi. Berlapis hingga massif yang merupakan endapan darat hingga delta dan laut dangkal. Fosil-fosil Foraminifera menunjukkan umur Miosen Tengah hingga Miosen Akhir. Tebal formasi ini diperkirakan hingga mencapai ratusan meter.
Batuan Gunungapi Walimbong, yang diendapkan secara tidak selaras diatas Formasi Loka dan Formasi Date, berupa endapan lava bersusunan basal sampai andesit, sebagian lava bantal, breksi andesit piroksin, breksi andesit trakit, mengandung feldspatoit, yang diendapkan dalam lingkungan laut. Batuan Gunungapi Walimbong tersebut diperkirakan berumur Mio-Pliosen, dengan dugaan ketebalan lapisan hingga ratusan meter.
Pengamatan lingkungan pengendapannya yang diawali dari diendapkannya batuan Formasi Toraja pada lingkungan Laut Dalam hingga diendapkannya batuan Formasi Date pada lingkungan Laut Dangkal dan rawa-rawa, yang akhirnya diendapkannya batuan dari Formasi Loka pada lingkungan delta sampai darat, maka disimpulkan bahwa siklus sedimentasi di daerah penyelidikan tersebut telah mengalami siklus regresi .

2.1.3. Struktur Geologi.
Secara tektonik geologi, bahwasanya daerah penyelidikan terletak dalam Zona Mandala Sulawesi Barat, yang mana terdapat sekitar dua buah patahan naik yang hampir berarah Utara-Selatan dan membusur ke arah Barat serta patahan normal yang berarah Baratlaut-Tenggara, sedangkan patahan mendatar umumnya terletak pada bagian Timur dan Barat daerah penyelidikan, yang umumnya hampir berarah Barat-Timur dan Baratlaut-Tenggara yang umumnya memotong motong patahan naik. Arah jurus lapisan batuan umumnya berarah Baratlaut-Tenggara, yaitu searah dengan lipatan antiklin dan sinklin, sedangkan besarnya kemiringan lapisan batuan yaitu sangat bervariasi, berkisar dari 200 sampai 750, hal ini disebabkan oleh adanya kemiringan blok faulting yang tidak merata akibat dari adanya patahan-patahan naik dan patahan geser karena tektonik, sehingga mengakibatkan sayap-sayap sinklin umumnya mempunyai kemiringan lapisan yang relatip landai sedangkan pada sayap antiklin umumnya mempunyai kemiringan lapisan yang sangat curam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar