Minggu, 13 Oktober 2013

Definisi Daerah Aliran Sungai (DAS)

Definisi DAS
Daerah Aliran Sungai (DAS) secara umum didefinisikan sebagai suatu hamparan  wilayah/ kawasan yang dibatasi oleh pembatas topografi (punggung bukit) yang menerima, mengumpulkan air hujan, sedimen dan unsur hara serta mengalirkannya melalui anak-anak  sungai dan keluar pada sungai utama ke laut atau danau. Linsley (1980) menyebut DAS  sebagai “A river of drainage basin in the entire area drained by a stream or system of connecting streams such that all stream flow  originating in the area discharged through a single outlet”.











Daerah Aliran Sungai adalah suatu wilayah daratan yang menerima, menampung dan menyimpan air hujan untuk kemudian menyalurkan ke laut atau danau melalui satu sungai utama. Dengan demikian suatu DAS akan dipisahkan dari wilayah DAS lain di sekitarnya oleh batas alam (topografi) berupa punggung bukit atau gunung. Dengan demikian seluruh wilayah daratan habis berbagi ke dalam uni-unit Daerah Aliran Sungai (DAS) (Asdak, 1995).

Dari beberapa  definisi di atas, dapat dikemukakan bahwa DAS merupakan ekosistem, dimana  unsur organisme dan lingkungan biofisik serta unsur kimia berinteraksi secara dinamis dan di  dalamnya terdapat keseimbangan  inflow dan  outflow dari material dan energi.

Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan wilayah yang paling tepat bagi pembangunan, tempat bertemunya kepentingan nasional dengan kepentingan setempat. Pembangunan ekonomi yang mengolah kekayaan alam Indonesia harus senantiasa memperhatikan bahwa pengelolaan sumber daya alam juga bertujuan untuk memberi manfaat pada masa yang akan datang. Oleh sebab itu, sumber daya alam terutama hutan, tanah, dan air harus tetap dijaga agar kemampuannya untuk memperbaiki diri selalu terpelihara.

Perencanaan tata ruang harus mempertimbangkan daerah hulu dan daerah hilir DAS, terkait peruntukan lahan maka perencanaan peruntukan lahan haruslah meliputi seluruh DAS.  Secara Hidrologis wilayah hulu dan hilir merupakan satu kesatuan organis yang tidak dapat terpisahkan, keduanya memiliki keterkaitan dan ketergantungan yang sangat tinggi (Purwanto,1997).

Daerah Aliran Sungai biasanya dibagi menjadi daerah hulu, tengah, dan daerah hilir. Daerah hulu dicirikan sebagai daerah konservasi, mempunyai kerapan drainase yang lebih tinggi, merupakan daerah dengan kemiringan lereng lebih besar (lebih besar dari 15%), bukan merupakan daerah banjir, pengaturan pemakaian air ditentukan oleh pola drainase. Sementara daerah hilir DAS merupakan daerah pemanfaatan, kerapatan drainase lebih kecil, merupakan daerah dengan kemiringan kecil sampai sangat kecil (kurang dari 8%), pada beberapa tempat merupakan daerah banjir (genangan air). Ekosistem DAS hulu merupakan bagian yang sama pentingnya dengan daerah hilir karena mempunyai fungsi perlindungan terhadap seluruh bagian DAS (Asdak, 1995).


Karakteristik DAS
Karakteristik Daerah Aliran Sungai (DAS) meliputi beberapa  variable yang dapat diperoleh melalui pengukuran langsung, data sekunder, peta dan dari data penginderaan jauh (remote sensing). (Seyhan, 1977) menyatakan bahwa karakteristik Daerah Aliran Sungai (DAS) dikelompokkan menjadi dua kategori, yaitu: (1) Faktor lahan (ground factor), yang meliputi topografi, tanah, geologi, geomorfologi dan  (2) Faktor vegetasi dan penggunaan lahan.

Luas Daerah Aliran Sungai
Luas suatu DAS atau Sub DAS dapat diukur secara langsung ke lapangan atau secara langsung di peta citra satelit atau peta topografi (TOP)/ peta Rupa Bumi Indonesia (RBI) dengan menggunakan alat ukur luas (planimeter), atau dengan sistem Geographic Information System (GIS). Sebelum melakukan penelitian maka batas DAS harus ditentukan (deliniasi).
Bentuk DAS
Bentuk DAS mempunyai pola aliran dan ketajaman puncak discharge banjir. Bentuk DAS sulit dinyatakan secara  kuantitatif. Dengan membandingkan konfigurasi basin dapat dibuat suatu indeks yang berdasarkan pada derajad kekadaran circulaty dari DAS. 

Lereng
Pengukuran lereng di lapangan dapat digunakan abney level atau Clinometer, sedangkan pengukuran lereng melalui peta topografi atau peta Rupa Bumi Indonesia (RBI) dapat menggunakan  Slope Meter atau dengan mencari beda tinggi dengan paralaks meter atau dengan menggunakan rumus Avery (1975) menggunakan contour length methode.

Ketinggian
Ketinggian suatu tempat dapat diketahui dari peta topografi, diukur di lapangan atau melalui foto udara jika terdapat salah satu titik kontrol sebagai titik ikat. Ketinggian rata-rata pada suatu DAS merupakan faktor penting yang berpengaruh terhadap temperatur dan pola hujan khususnya pada daerah topografi bergunung.

Jaringan Sungai
Pola aliran atau susunan sungai suatu DAS merupakan karakteristik fisik setiap drainase basin yang penting karena pola aliran sungai mempengaruhi efisiensi sistem drainase dan karakteristik  hidrografis, dan pola aliran menentukan bagi pengelola DAS untuk mengetahui kondisi tanah dan permukaan DAS khususnya tenaga erosi (Anonim, 1996).

Pola Aliran
Terdapat bermacam-macam bentuk pola aliran yang masing-masing dirincikan oleh kondisi yang dilewati oleh sungai tersebut. Delapan jenis pola aliran yang biasa dijumpai adalah pola  dendritik, parallel, trellis, rectangular, radial, annural, multibasinal dan contorted. Pola aliran dendritik yang mencirikan sebagian besar sungai-sungai di Indonesia, dapat dijumpai dalam kondisi yang berbeda-beda menurut batuannya.




Sungai Terpanjang dan Sungai Induk
Panjang sungai terpanjang dan sungai induk DAS diukur dari outlet ke sumber asal air, yaitu dari mulut DAS (outlet/mouth of watershed) sampai sumber air. Sedangkan panjang sungai utama diukur dari mulut DAS sampai ujung sungai utama.

Vegetasi dan Penutupan Lahan
Peran vegetasi mempunyai arti yang sangat penting dalam proses hidrologi suatu Daerah Aliran Sungai (DAS) yaitu  intercepting hujan yang jatuh dan transpirating air yang terabsorpsi oleh akarnya.

Tanah dan Batuan
Tipe dan distribusi tanah dalam suatu Daerah Aliran Sungai adalah penting untuk mengontrol aliran bawah permukaan (sub surface flow) melalui proses infiltrasi. Variasi dalam tipe tanah dengan kedalaman dan luas tertentu akan mempengaruhi karakteristik infiltrasi dan timbunan kelembaban tanah (soil moister storage).

Definisi DAS Berdasarkan Fungsi
Dalam rangka memberikan gambaran keterkaitan secara menyeluruh dalam pengelolaan DAS, terlebih dahulu diperlukan batasan-batasan mengenai DAS berdasarkan fungsi, yaitu pertama DAS bagian hulu didasarkan pada fungsi konservasi yang dikelola untuk mempertahankan kondisi lingkungan DAS agar tidak terdegradasi, yang antara lain dapat diindikasikan dari kondisi tutupan vegetasi lahan DAS, kualitas air, kemampuan menyimpan air (debit), dan curah hujan.

Kedua DAS bagian tengah didasarkan pada fungsi pemanfaatan air sungai yang dikelola untuk dapat memberikan manfaat bagi kepentingan sosial dan  ekonomi, yang antara lain dapat diindikasikan dari kuantitas air, kualitas air, kemampuan menyalurkan air, dan ketinggian muka air tanah, serta terkait pada prasarana pengairan seperti pengelolaan sungai, waduk, dan danau.

Ketiga DAS bagian hilir didasarkan pada fungsi pemanfaatan air sungai yang dikelola untuk dapat memberikan manfaat bagi kepentingan sosial dan ekonomi, yang diindikasikan melalui kuantitas dan kualitas air, kemampuan menyalurkan air, ketinggian curah hujan, dan terkait untuk kebutuhan pertanian, air bersih, serta pengelolaan air limbah.

Keberadaan sektor kehutanan di daerah hulu yang terkelola dengan baik dan terjaga keberlanjutannya dengan didukung oleh prasarana dan sarana di bagian tengah akan dapat mempengaruhi fungsi dan manfaat DAS tersebut di bagian hilir, baik untuk pertanian, kehutanan maupun untuk kebutuhan air bersih bagi masyarakat secara keseluruhan. Dengan adanya rentang panjang DAS yang begitu luas, baik secara administrasi maupun tata ruang, dalam pengelolaan DAS diperlukan adanya koordinasi berbagai pihak terkait baik lintas sektoral maupun lintas daerah secara baik.

Pengelolaan DAS
Pengelolaan DAS dapat disebutkan merupakan suatu bentuk pengembangan wilayah yang menempatkan DAS sebagai suatu unit pengelolaan sumber daya alam (SDA) yang secara umum untuk mencapai tujuan peningkatan produksi pertanian dan kehutanan yang optimum dan berkelanjutan (lestari) dengan upaya  menekan kerusakan seminimum mungkin agar distribusi aliran air sungai yang berasal dari DAS dapat merata sepanjang tahun.

Pengelolaan Daerah Aliran Sungai bersifat multidisiplin dan lintas sektoral maka dalam pelaksanaan sistem perencanaan pengelolaan DAS perlu diterapkan azas One River One Plan,  yaitu suatu perencanaan terpadu dengan memperhatikan kejelasan keterkaitan antar sektor pada tingkat daerah/wilayah dan nasional serta kesinambungan-nya. Selain itu pelaksanaan pengelolaan DAS umumnya melalui tiga upaya pokok :
·       Pengelolaan tanah melalui usaha konservasi tanah dalam arti luas;
·       Pengelolaan sumber daya air melalui usaha perlindungan sumber daya air;
·       Pengelolaan hutan, khususnya hutan lindung. 

Kegiatan pengelolaan DAS juga dihubungkan dengan kelestarian sumber daya air, yaitu:
·       Kuantitatif: memperbesar suplai ke dalam tanah sehingga menambah tampungan air tanah dan meningkatkan suplai air tanah ke alur sungai yang berdampak mengurangi fluktuasi debit limpasan;
·       Kualitatif: mengurangi kandungan material tersuspensi aliran sungai (suspended load). Sebagai akibat bertambah besarnya air hujan yang masuk ke dalam tanah sehingga pengikisan permukaan berkurang;

Dampak lain dari pengelolaan DAS yang baik adalah peningkatan produktivitas lahan karena peningkatan resapan air hujan ke dalam tanah akan menambah kadar lengas tanah (soil moisture) yang selain akan memperbesar ketersediaan air juga meningkatkan proses disintegrasi dan dekomposisi regolith dan batuan induk yang berakibat meningkatnya unsur mineral dan unsur hara tanah yang dibutuhkan dalam proses pertumbuhan tanaman.

Ditinjau dari pengelolaan kondisi fisik DAS terdapat 3 jenis pengelolaan, yaitu:
·       Secara teknis, yaitu pengelolaan dengan teknik-teknik konservasi lahan
·       Secara vegetatif, yaitu dengan penghutanan kembali lahan
·       Secara kimiawi, yaitu dengan pemanfaatan zat-zat kimia untuk meningkatkan kualitas lahan

Menurut Asdak (1999), dalam keterkaitan biofisik wilayah hulu-hilir suatu DAS, perlu adanya beberapa hal yang menjadi perhatian, yaitu sebagai berikut : 
1)  Kelembagaan yang efektif seharusnya mampu merefleksikan keterkaitan lingkungan  biofisik dan sosial ekonomi dimana lembaga tersebut beroperasi.  Apabila aktifitas pengelolaan di bagian hulu DAS akan menimbulkan dampak yang nyata pada lingkungan biofisik dan/atau sosial ekonomi di bagian hilir dari DAS yang sama, maka perlu adanya desentralisasi pengelolaan DAS yang melibatkan bagian hulu dan hilir sebagai satu kesatuan perencanaan dan pengelolaan.
2)  Eksternalities, adalah dampak (positif/negatif) suatu aktifitas/program dan atau kebijakan yang dialami/dirasakan di luar daerah dimana program/kebijakan dilaksanakan. Dampak tersebut seringkali tidak terinternalisir dalam perencanaan kegiatan. Dapat dikemukakan bahwa  negative externalities  dapat mengganggu tercapainya  keberlanjutan pengelolaan DAS bagi : (a) masyarakat di luar wilayah kegiatan (spatial externalities), (b) masyarakat yang tinggal pada periode waktu tertentu setelah kegiatan berakhir (temporal externalities), dan (c) kepentingan berbagai sektor ekonomi yang berada di luar lokasi kegiatan (sectoral externalities).
3)  Dalam kerangka konsep “externalities”, maka pengelolaan sumberdaya alam dapat dikatakan baik apabila keseluruhan biaya dan keuntungan yang timbul oleh adanya kegiatan pengelolaan tersebut dapat ditanggung secara proporsional oleh para aktor (organisasi pemerintah, kelompok masyarakat atau perorangan) yang melaksanakan kegiatan pengelolaan sumberdaya alam (DAS) dan para aktor yang akan mendapatkan keuntungan dari adanya kegiatan tersebut. Pada penanganan DAS bagian hulu diarahkan pada kawasan budidaya (pertanian)

Pentingnya posisi DAS sebagai unit pengelolaan yang utuh merupakan konsekuensi logis untuk menjaga kesinambungan pemanfaatan sumberdaya hutan, tanah dan air. Kurang tepatnya perencanaan dapat menimbulkan adanya degradasi DAS yang mengakibatkan lahan menjadi gundul, tanah/lahan menjadi kritis dan erosi pada lereng-lereng curam. Pada akhirnya proses degradasi tersebut dapat menimbulkan banjir yang besar di musim hujan, debit sungai menjadi sangat rendah di musim kemarau, kelembaban tanah di sekitar hutan menjadi berkurang di musim kemarau sehingga dapat  menimbulkan kebakaran hutan, terjadinya percepatan sedimen pada waduk-waduk dan jaringan irigasi yang ada, serta penurunan kualitas air.

Pada prinsipnya kebijakan pengelolaan daerah aliran sungai (DAS) merupakan hal yang sangat penting dalam rangka mengurangi dan  menghadapi permasalahan sumberdaya air baik dari segi kualitas dan kuantitasnya.  Kebijakan ini oleh karenanya merupakan bagian terintegrasi dari kebijakan lingkungan yang didasarkan pada  data akademis maupun teknis. Beragamnya kondisi lingkungan pada beberapa daerah serta perkembangan ekonomi dan sosial, menjadikan tantangan bagi perkembangan daerah. Sehingga menuntut juga keberagaman spesifik analisa serta solusinya. Keberagaman ini harus diperhitungkan dalam perencanaan dan pengambilan keputusan untuk memastikan bahwa perlindungan dan penggunaan DAS secara berkelanjutan ada dalam suatu rangkaian kerangka kerja (framework).


Tidak ada komentar:

Posting Komentar