Rabu, 25 September 2013

Batuan beku & Piroklastik



PENDAHULUAN

Petrologi adalah ilmu yang mempelajari tentang batuan, baik keterdapatannya maupun cara terbentuknya dipermukaan bumi yang mencakup mengenai cara terjadinya, komposisi, klasifikasi batuan serta hubungannya dengan proses-proses dan sejarah geologinya. Sedangkan petrogenesa adalah ilmu yang mempelajari tentang asal–usul batuan, sehingga dengan demikian petrologi dapat lebih diperjelas lagi sebagai ilmu batuan yang secara luas meliputi petrografi dan petrogenesa.
Adapun
petrografi adalah merupakan cara tentang pendeskripsian batuan berdasarkan tekstur, mineralogi dan susunan kimia dengan bantuan mikroskop. Dengan demikian petrologi merupakan ilmu batuan secara luas meliputi petrografi dan petrogenesa. Batuan adalah bagian dari kerak bumi sebagai agregat mineral-mineral yang membangun bumi. Pengetahuan tentang batuan sangat penting dalam mempelajari cabang-cabang geologi yang lain. Kerak bumi bersifat dinamis dan merupakan tempat berlangsungnya proses pembentukan batuan. Karena sifatnya yang dinamis tersebutlah banyak proses-proses lain yang mempengaruhi batuan tersebut sehingga suatu batuan dapat berubah menjadi batuan lain atau merupakan suatu siklus yang berkesinambungan yang prosesnya masih berlangsung hingga sampai saat ini. 
Semua batuan yang ada di permukaan bumi akan mengalami pelapukan.
Penyebab pelapukan tersebut ada 3 macam:

1. Pelapukan secara fisika: perubahan suhu panas ke dingin dan sebaliknya akan berpengaruh terhadap batuan. Hujan dapat membuat rekahan-rekahan di batuan menjadi berkembang sehingga membuat batuan pecah menjadi partikel yang lebih kecil.
2. Pelapukan secara kimia: Bahkan air pun dapat bereaksi melarutan beberapa jenis batuan. Udara yang terpolusi dapat menyebabkan “hujan asam” yang dapat menyebabkan pelapukan batuan secara kimiawi. 
3. Pelapukan secara biologi: Pelapukan yang disebabkan oleh gangguan dari akar tanaman. Akar-akar dapat menyebabkan timbulnya rekahan-rekahan di batuan dan lama kelamaan batuan akan terpecah menjadi partikel-partikel yang lebih kecil. 




















Makassar,  Oktober 2012

Rajendra Prazad
D611 10 252

BAB I

TEKNIK SAMPLING

Sampel (conto) merupakan satu bagian yang representatif atau satu bagian dari keseluruhan yang bisa menggambarkan berbagai karakteristik untuk tujuan inspeksi atau menunjukkan bukti-bukti kualitas, dan merupakan sebagian dari populasi stastistik dimana sifat-sifatnya telah dipelajari untuk mendapatkan informasi keseluruhan.
Secara spesifik, conto dapat dikatakan sebagai sekumpulan material yang dapat mewakili jenis batuan, formasi, atau badan bijih (endapan) dalam arti kualitatif dan kuantitatif dengan pemerian (deskripsi) termasuk lokasi dan komposisi dari batuan, formasi, atau badan bijih (endapan) tersebut. Proses pengambilan conto tersebut disebut sampling (pemercontohan).
Sampling dapat dilakukan karena beberapa alasan (tujuan) maupun tahapan pekerjaan (tahapan eksplorasi, evaluasi, maupun eksploitasi). Pada tahap eksplorasi sampling dilakukan pada badan bijih (mineable thickness) dan tidak hanya terbatas pada zona mineralisasi saja, tetapi juga pada zona-zona low grade maupun material barren, dengan tujuan untuk mendapatkan batas yang jelas antara masing-masing zona tersebut. Fase evaluasi, sampling dilakukan tidak hanya pada zona endapan, tapi juga pada daerah-daerah di sekitar endapan dengan tujuan memperoleh informasi lain yang berhubungan dengan kestabilan lereng dan pemilihan metode penambangan. Selama masa eksploitasi, sampling tetap dilakukan dengan tujuan kontrol kadar (quality control) dan monitoring front kerja (kadar pada front kerja yang aktif, kadar pada bench open pit, atau kadar pada umpan material).
Pemilihan metode sampling dan sejumlah conto yang akan diambil tergantung pada beberapa faktor, antara lain :
-       Tipe endapan, pola penyebaran, serta ukuran endapan.
-       Tahapan pekerjaan dan prosedur evaluasi,
-       Lokasi pengambilan conto (pada zona mineralisasi, alterasi, atau barren),
-       Kedalaman pengambilan conto, yang berhubungan dengan letak dan kondisi batuan induk.
-       Anggaran untuk sampling dan nilai dari bijih.
Beberapa kesalahan yang mungkin terjadi dalam sampling, antara lain :
-       Salting, yaitu peningkatan kadar pada conto yang diambil sebagai akibat masuknya material lain dengan kadar tinggi ke dalam conto.
-       Dilution, yaitu pengurangan kadar akibatnya masuknya waste ke dalam conto.
-       Erratic high assay, yaitu kesalahan akibat kekeliruan dalam penentuan posisi (lokasi) sampling karena tidak memperhatikan kondisi geologi.
-       Kesalahan dalam analisis kimia, akibat conto yang diambil kurang representatif.

Bulk Sampling
Bulk sampling (conto ruah) ini merupakan metode sampling dengan cara mengambil material dalam jumlah (volume) yang besar. Pada fase sebelum operasi penambangan, bulk sampling ini dilakukan untuk mengetahui kadar pada suatu blok atau bidang kerja. Metode bulk sampling ini juga umum dilakukan untuk uji metalurgi dengan tujuan mengetahui recovery (perolehan) suatu proses pengolahan. Sedangkan pada kegiatan eksplorasi, salah satu penerapan metode bulk sampling ini adalah dalam pengambilan conto dengan sumur uji.

Grab Sampling
Secara umum, metode grab sampling ini merupakan teknik sampling dengan cara mengambil bagian dari suatu material (baik di alam maupun dari suatu tumpukan) yang mengandung mineralisasi secara acak (tanpa seleksi yang khusus). Tingkat ketelitian sampling pada metode ini relatif mempunyai bias yang cukup besar.
Beberapa kondisi pengambilan conto dengan teknik grab sampling ini antara lain :
-       Pada tumpukan material hasil pembongkaran untuk mendapatkan gambaran umum kadar.
-       Pada material di atas dump truck atau belt conveyor pada transportasi material, dengan tujuan pengecekan kualitas.
-       Pada fragmen material hasil peledakan pada suatu muka kerja untuk memperoleh kualitas umum dari material yang diledakkan, dll.

Channel Sampling
Channel sampling adalah suatu metode (cara) pengambilan conto dengan membuat alur (channel) sepanjang permukaan yang memperlihatkan jejak bijih (mineralisasi). Alur tersebut dibuat secara teratur dan seragam (lebar 3-10 cm, kedalaman 3-5 cm) secara horizontal, vertikal, atau tegak lurus kemiringan lapisan. Ada beberapa cara atau pendekatan yang dapat dilakukan dalam mengumpulkan fragmen-fragmen batuan dalam satu conto atau melakukan pengelompokan conto (sub-channel) yang tergantung pada tipe (pola) mineralisasi, antara lain :
-   Membagi panjang channel dalam interval-interval yang seragam, yang diakibatkan oleh variasi (distribusi) zona bijih relatif lebar. Contohnya pada pembuatan channel dalam sumur uji pada endapan laterit atau residual.
-  Membagi panjang channel dalam interval-interval tertentu yang diakibatkan oleh variasi (distribusi) zona mineralisasi.
-  Untuk kemudahan, dimungkinkan penggabungan sub-channel dalam satu analisis kadar atau dibuat komposit.
-  Pada batubara atau endapan berlapis, dapat diambil channel sampling per tebal seam (lapisan) atau ply per ply (jika terdapat sisipan pengotor).

Chip Sampling
Chip sampling (conto tatahan) adalah salah satu metode sampling dengan cara mengumpulkan pecahan batuan (rock chip) yang dipecahkan melalui suatu jalur yang memotong zona mineralisasi dengan menggunakan palu atau pahat. Jalur sampling tersebut biasanya bidang horizontal dan pecahan-pecahan batuan tersebut dikumpulkan dalam suatu kantong conto. Kadang-kadang pengambilan ukuran conto yang seragam (baik ukuran butir, jumlah, maupun interval) cukup sulit, terutama pada urat-urat yang keras dan brittle (seperti urat kuarsa), sehingga dapat menimbulkan kesalahan seperti oversampling (salting) jika ukuran fragmen dengan kadar tinggi relatif lebih banyak daripada fragmen yang low grade.

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiXensvcPhMn8jk8SihPbo7w1FDjdS150cx4ouqWEXp-ufwhRnsL83N-m11Ut9gFCbBZWqRGK39rF3PAaavrTiPjr1Pjzg7AYkAUHe9AVxjGQGwvoTlxNoQI1sM3E6r962TNsUbCbFnQWVB/s1600/lovoywmk.jpg




BAB III

BATUAN BEKU


Pengertian batuan beku adalah jenis batuan yang terbentuk dari magma yang mendingin dan mengeras dengan atau tanpa proses kritalisasi baik di bawah permukaan sebagai batuan instrusif maupun di atas permukaan bumi sebagai ekstrutif. Batuan beku dalam bahasa latin dinamakan igneus (dibaca ignis) yang artinya api.
Batuan beku insteusif atau instrusi atau plutonik adalah batuan beku yang telah menjadi kristal dari sebuah magma yang meleleh di bawah permukaan Bumi. Magma yang membeku di bawah tanah sebelum mereka mencapai permukaan bumi disebut dengan nama pluton. Nama Pluto diambil dari nama Dewa Romawi dunia bawah tanah. Batuan dari jenis ini juga disebut sebagai batuan beku plutonik atau batuan beku intrusif. Sedangkan batuan beku ekstrusif adalah batuan beku yang terjadi karena keluarnya magma ke permukaan bumi dan menjadi lava atau meledak secara dahsyat di atmosfer dan jatuh kembali ke bumi sebagai batuan.

Magma  dapat berasal dari batuan setengah cair ataupun batuan yang sudah ada, baik di mantel ataupun kerak bumi. Umumnya, proses pelelehan dapat terjadi karena salah satu dari proses-proses berikut ini ; penurunan tekanan, kenaikan temperatur, atau perubahan komposisi. Lebih dari 700 tipe batuan beku telah berhasil dideskripsikan, dan sebagian besar batuan beku tersebut terbentuk di bawah permukaan kerak bumi.
pengertian batuan baku
Berdasarkan keterangan dari para ahli seperti Bapak Turner dan Verhoogen tahun 1960, Bapak F.F Groun Tahun 1947, Bapak Takeda Tahun 1970, Magma didefinisikan atau diartikan sebagai cairan silikat kental pijar yang terbentuk secara alami, memiliki temperatur yang sangat tinggi yaitu antara 1.500 sampai dengan 2.500 derajat celcius serta memiliki sifat yang dapat bergerak dan terletak di kerak bumi bagian bawah. Dalam magma terdapat bahan-bahan yang terlarut di dalamnya yang bersifat volatile / gas (antara lain air, co2, chlorine, fluorine, iro, sulphur dan bahan lainnya) yang magma dapat bergerak, dan non-volatile / non gas yang merupakan pembentuk mineral yang umumnya terdapat pada batuan beku.
Dalam perjalanan menuju bumi magma mengalami penurunan suhu, sehingga mineral-mineral pun akan terbentuk. Peristiwa ini disebut dengan peristiwa penghabluran.

TEKSTUR BATUAN BEKU
Tekstur pada batuan beku umumnya ditentukan oleh tiga hal utama, yaitu kritalinitas, Granularitas dan Bentuk Kristal. Mari kita bahas ketiga hal penting tersebut satu persatu.
1.      Kristalinitas
Kristalinitas merupakan derajat kristalisasi dari suatu batuan beku pada waktu terbentuknya batuan tersebut. Kristalinitas dalam fungsinya digunakan untuk menunjukkan berapa banyak yang berbentuk kristal dan yang tidak berbentuk kristal, selain itu juga dapat mencerminkan kecepatan pembekuan magma. Apabila magma dalam pembekuannya berlangsung lambat maka kristalnya kasar. Sedangkan jika pembekuannya berlangsung cepat maka kristalnya akan halus, akan tetapi jika pendinginannya berlangsung dengan cepat sekali maka kristalnya berbentuk amorf. Dalam pembentukannnya dikenal tiga kelas derajat kristalisasi, yaitu:

- Holokristalin, Holokristalin adalah batuan beku dimana semuanya tersusun oleh kristal. Tekstur holokristalin adalah karakteristik batuan plutonik, yaitu mikrokristalin yang telah membeku di dekat permukaan.
- Hipokristalin, Hipokristalin adalah apabila sebagian batuan terdiri dari massa gelas dan sebagian lagi terdiri dari massa kristal.
- Holohialin, Holohialin adalah batuan beku yang semuanya tersusun dari massa gelas. Tekstur holohialin banyak terbentuk sebagai lava (obsidian), dike dan sill, atau sebagai fasies yang lebih kecil dari tubuh batuan.
2.       Granularitas
Granularitas dapat diartikan sebagai besar butir (ukuran) pada batuan beku. Pada umumnya dikenal dua kelompok tekstur ukuran butir, yaitu:

a. Fanerik atau fanerokristalin, Besar kristal-kristal dari golongan ini dapat dibedakan satu sama lain secara megaskopis dengan mata telanjang. Kristal-kristal jenis fanerik ini dapat dibedakan menjadi:
- Halus (fine), apabila ukuran diameter butir kurang dari 1 mm.
- Sedang (medium), apabila ukuran diameter butir antara 1 – 5 mm.
- Kasar (coarse), apabila ukuran diameter butir antara 5 – 30 mm.
- Sangat kasar (very coarse), apabila ukuran diameter butir lebih dari 30 mm.

b. Afanitik, Besar kristal-kristal dari golongan ini tidak bisa dibedakan dengan mata telanjang sehingga diperlukan bantuan mikroskop. Batuan dengan tekstur afanitik dapat tersusun oleh kristal, gelas atau keduanya. Dalam analisis mikroskopis dibedakan menjadi tiga yaitu :
- Mikrokristalin, Jika mineral-mineral pada batuan beku bisa diamati dengan bantuan mikroskop dengan ukuran butiran sekitar 0,1 – 0,01 mm.
- Kriptokristalin, jika mineral-mineral dalam batuan beku terlalu kecil untuk diamati meskipun dengan bantuan mikroskop. Ukuran butiran berkisar antara 0,01 – 0,002 mm.
- Amorf/glassy/hyaline, apabila batuan beku tersusun oleh gelas.

3.      Bentuk Kristal.
Bentuk kristal merupakan sifat dari suatu kristal dalam batuan, jadi bukan sifat batuan secara keseluruhan. Ditinjau dari pandangan dua dimensi dikenal tiga bentuk kristal, yaitu:
- Euhedral, jika batas dari mineral adalah bentuk asli dari bidang kristal.
- Subhedral, jika sebagian dari batas kristalnya sudah tidak terlihat lagi.
- Anhedral, jika mineral sudah tidak mempunyai bidang kristal asli.
- Ditinjau dari pandangan tiga dimensi, dikenal empat bentuk kristal, yaitu:
- Equidimensional, jika bentuk kristal ketiga dimensinya sama panjang.
- Tabular, jika bentuk kristal dua dimensi lebih panjang dari satu dimensi yang lain.
- Prismitik, jika bentuk kristal satu dimensi lebih panjang dari dua dimensi yang lain.
- Irregular, jika bentuk kristal tidak teratur.
Hubungan Antar Kristal
Hubungan antar kristal atau disebut juga relasi diartikan sebagai hubungan antara kristal atau mineral yang satu dengan yang lain dalam suatu batuan. hubungan antar kritak dapat dibagi menjadi beberapa jenis antara lain sebagai berikut :
- Equigranular, yaitu jika secara relatif ukuran kristalnya yang membentuk batuan berukuran sama besar. Berdasarkan keidealan kristal-kristalnya, maka equigranular dibagi menjadi tiga, yaitu:

- Panidiomorfik granular, yaitu jika sebagian besar mineral-mineralnya terdiri dari mineral-mineral yang euhedral.

- Hipidiomorfik granular, yaitu jika sebagian besar mineral-mineralnya terdiri dari mineral-mineral yang subhedral.

- Allotriomorfik granular, yaitu jika sebagian besar mineral-mineralnya terdiri dari mineral-mineral yang anhedral.

- Inequigranular, yaitu jika ukuran butir kristalnya sebagai pembentuk batuan tidak sama besar. Mineral yang besar disebut fenokris dan yang lain disebut massa dasar atau matrik yang bisa berupa mineral atau gelas.

STRUKTUR BATUAN BEKU

Struktur batuan beku sebagian besar hanya dapat dilihat di lapangan saja, misalnya:
Pillow lava atau lava bantal, yaitu struktur paling khas dari batuan vulkanik bawah laut, membentuk struktur seperti bantal.
Joint struktur, merupakan struktur yang ditandai adanya kekar-kekar yang tersusun secara teratur tegak lurus arah aliran. Sedangkan struktur yang dapat dilihat pada contoh-contoh batuan (hand speciment sample), yaitu:
Masif, yaitu jika tidak menunjukkan adanya sifat aliran, jejak gas (tidak menunjukkan adanya lubang-lubang) dan tidak menunjukkan adanya fragmen lain yang tertanam dalam tubuh batuan beku.
Vesikuler, yaitu struktur yang berlubang-lubang yang disebabkan oleh keluarnya gas pada waktu pembekuan magma. Lubang-lubang tersebut menunjukkan arah yang teratur.
Skoria, yaitu struktur yang sama dengan struktur vesikuler tetapi lubang-lubangnya besar dan menunjukkan arah yang tidak teratur.
Amigdaloidal, yaitu struktur dimana lubang-lubang gas telah terisi oleh mineral-mineral sekunder, biasanya mineral silikat atau karbonat.
Xenolitis, yaitu struktur yang memperlihatkan adanya fragmen/pecahan batuan lain yang masuk dalam batuan yang mengintrusi.

Pada umumnya batuan beku tanpa struktur (masif), sedangkan struktur-struktur yang ada pada batuan beku dibentuk oleh kekar (joint) atau rekahan (fracture) dan pembekuan magma, misalnya: columnar joint (kekar tiang), dan sheeting joint (kekar berlembar).
KOMPOSISI MINERAL BATUAN BEKU
Cara menentukan kandungan mineral pada batuan beku, dapat dilakukan dengan menggunakan indeks warna dari batuan kristal. Berdasarkan warna mineral sebagai penyusun batuan beku dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu mineral Felsik dan Mineral Mafik.

- Mineral felsik, merupakan mineral yang berwarna terang, terutama terdiri dari mineral kwarsa, feldspar, feldspatoid dan muskovit.
- Mineral mafik, merupakan mineral yang berwarna gelap, terutama biotit, piroksen, amphibol dan olivin.
Berdasarkan cara terjadinya, kadungan SiO2 dan indeks warna batuan beku dapat diklasifikan. Sehingga dapat ditentukan nama batuan yang berbeda-beda meskipun dalam jenis batuan yang sama.
Menurut Rosenbusch (1877-1976) Klasifikasi batuan beku berdasarkan cara terjadinya dapat dibagi menjadi sebagai berikut :
- Effusive rock, merupakan batuan beku yang terbentuk di permukaan.
- Dike rock, merupakan batuan beku yang terbentuk dekat permukaan.
- Deep seated rock, merupakan batuan beku yang jauh di dalam bumi. Oleh W.T. Huang (1962), jenis batuan ini disebut plutonik, sedang batuan effusive disebut batuan vulkanik.
Klasifikasi batuan beku berdasarkan kandungan SiO2 (C.L. Hugnes, 1962), antara lain :
- Batuan beku asam, batuan beku yang memiliki kandungan SiO2 lebih dari 66%. Contohnya adalah riolit.
https://encrypted-tbn1.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcQzJ6JSxs8opa_9OnzRByc4YYa6s82BFQZkh9BNJ6Ze2yhnQT0XkFgxcKn9

- Batuan beku intermediate, batuan beku yang memiliki kandungan SiO2 antara 52%– 66%. Contohnya adalah dasit.
https://encrypted-tbn3.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcQc22VvhOti7bhtux3iZv-7xKzhiZV1Cqxf3O15rYMwBLY4NqVz5wY7CdA

- Batuan beku basa, batuan beku yang memiliki kandungan SiO2 antara 45% – 52%. Contohnya adalah andesit.
https://encrypted-tbn2.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcS7vJCRs7iwEf6c3-h9lUq25nrLRwI51gXFA-2p4M6m512J2cEvJdvkZ1--

- Batuan beku ultra basa, batuan beku yang memiliki kandungan SiO2 kurang dari 45%. Contohnya adalah basalt.
https://encrypted-tbn3.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcS5mo8GjVoZsYCoKeMh8TUl98yzbIdzgSW6tYPmhW0keF1gzcicyZEKoZMa
Klasifikasi batuan beku berdasarkan indeks warna menurut S.J. Shand, 1943, antara lain :
- Batuan beku Leucoctaris rock, jika mengandung kurang dari 30% mineral mafik.
- Batuan beku Mesococtik rock, jika mengandung 30% – 60% mineral mafik.
- Batuan beku Melanocractik rock, jika mengandung lebih dari 60% mineral mafik.
Sedangkan klasifikasi batuan beku berdasarkan indeks warna menurut S.J. Ellis (1948) antara lain sebagai berikut :
Batuan beku Holofelsic, batuan beku dengan indeks warna kurang dari 10%.
Batuan beku Felsic, batuan beku dengan indeks warna 10% sampai 40%.
Batuan beku Mafelsic, batuan beku dengan indeks warna 40% sampai 70%.
Batuan Beku Mafik, batuan beku dengan indeks warna lebih dari 70%
http://nyayufatimahzahroh.files.wordpress.com/2011/07/rock-cycle.gif

Dalam siklus Batuan (Rock cycle), selain terbentuk langsung dari pembekuan magma, batuan beku dapat juga terbentuk dari batuan lain seperti batuan metamorf yang megalami peleburan dan pembekuan, lalu dapat juga terbentuk dari batuan sedimen yang telah mengalami “melting” lalu mendingin menjadi batuan beku.
Jika magma adalah awal dari terbentuknya batuan beku, maka seharusnya komposisi batuan tidaklah jauh berbeda dengan komposisi asalnya, yaitu magma. Magma adalah cairan atau larutan silikat pejar yang terbentuk secara alamiah, bersifat mudah bergerak (mobile), bersama antara 90°-110°C dan berasal atau terbentuk pada kerak bumi bagian bawah hingga selubung bagian atas (F.F Grounts,1947; Turner&Verhoogen,1960; H.Williams,1962). Secara fisika, magma merupakan sistem berkomponen ganda (multi compoent system) dengan fase cair dan sejumlah kristal yang mengapung di dalamnya sebagai komponen utama, dan pada keadaan tertentu juga berfase gas.

Dally (1933) berpendapat bahwa magma asli bersifat basa dan encer atau memiliki viskositas rendah, dengan kandunganunsur kimia berat, kadar H+, OH-, dan gas tinggi, sedangkan magma yang bersifat asam memiliki sfat-sifat yang berlawanan dengan magma basa.

Bunsen (1951), berpendapat bahwa ada 2 jenis magma, yaitu magma Basaltis (basa) dan magma Granitis (asam). Dan batuan beku merupakan hasil pembekuan dari salah satu jenis atau pencampuran kedua jenis magma ini yang kemudian mempunyai komponen lain.

Komponen-komponen kima yang terdapat dalam magma tentunya sangat berkaitan denngan komposisi akhir batuan beku yang terbentuk. Secara lebih jauh, sebenarnya magma dapat diklasifikasikan menjadi beberapa jenis berdasarkan kandungan-kandungan unsur kimia tertentu, namun pada akhirnya pada proses pembekuan magma menjadi batuan beku mengalami proses-proses yang tiidak jauh berbeda. Proses-proses yang terjadi pada saat pembekuam magma secara kimiawi adalah terjadinya proses pengelompokan unsur-unsur kimia sejenis, yang nantinya akan membentuk kristal atau mineral-mineral tertentu sesuai dengan sifatnya, asam atau basa. Proses ini dapat dijelaskan secara diagramatik dalam Bowen’s Reaction Series.

http://www.geologycafe.com/images/BowensReactionSeries.jpg

Gambar : Bowen’s Reaction Series

Pada seri reaksi Bowen ini sacara garis besar menjelaskan bahwa pada saat proses pendinginan magma, sebenarnya magma tidak langsung semuanya membeku, namun terjadi proses pembentukan mineral-mineral seiring dengan turunnya suhu magma secara perlahan, dan pada tiap penurunan suhu tertentu menghasilkan jenis mineral yang berbeda. Mineral-mineral yang terbentuk pertama, seperti Olivine, Anortit, dan lain-lain, merupaka mineral-mineral yang bersifat basa, memiliki kristal besar karena proses pembekuan yang lambat, serta secara lebih jauh batuan beku yang mengandung mineral-mineral bersifat basa ini juga akan bersifat basa. Sedangkan mineral-mineral yang terbentuk di akhir reaksi Bowen, seperi Muscovite dan Quartz merupakan mineral yang bersifat asam. Dan dari seri reaksi Bowen, semakin asam mineral, maka kandungan unsur-unsur silikanya semakin banyak. Jadi, salah satu komponen yang diperhitungkan dalam pengklasifikasian batuan beku secara kimiawi dapat dilihat dari kandungan unsur silika dalam batuan dan karena secara kimiawi unsur-unsur terdapat dalam mineral, maka batuan beku juga diklasifikasikan berdasarkan mineralogi yang sebenarnya merupakan representasi lebih kompleks dari pengklasifikasian berdasarkan komposisi kimianya. Selanjutnya, kahadiran mineral-mineral tertentu dalam batuan beku ini mempengaruhi pemberian nama serta memberikan gambaran proses pembentukan, serta menggambarkan komposisi kima batuan.


III.1 Batuan beku asam

Batuan beku asam (acid), kandungan silika > 65%
Batuan ini umunya disusun oleh mineral yang bersifat asam seperti kuarsa, ortoklas, biotit, muskovit, dan hornblende. Batuan beku asam dapat ditemukan di lapangan dalam bentuk batolith, Laccolith, Lapolith, dan intrusi besar lainnya, batuan beku asam cenderung membentuk suatu tubuh intrusi yang besar karena sifat kekentalan magmanya yang tinggi, sehingga tidak bisa melalui celah-celah yang sempit dalam bentuk dyke atau sill.(Kaharuddin M.S, 1988)
http://library.thinkquest.org/05aug/00461/images/granite.jpg
Granit : faneritik atau faneroporfiritik, berwarna cerah
http://www.pitt.edu/~cejones/GeoImages/2IgneousRocks/IgneousCompositions/7Rhyolite/Rhyolite.jpg#igneous #minerals in #thinsection #geology #microscope  #instagood #iphonesia #photooftheday #instamood #igers #iphoneonly #instagramhub #picoftheday #instadaily #bestoftheday #igdaily #webstagram #beautiful #instagramers #summer #follow #statigram #pretty #photo #instago #fun #all_shots #iphonography #instagram #yougotpicked
Ryolit : seperti granit namun bertekstur afanitik atau porfiroafanitik, merupakan batuan lelehan granit.




Senyawa-senyawa oksida seperti SiO2, TiO2, Al2O3, Fe2O3, FeO, MnO, MgO, CaO, Na2O, K2O,H2O, dan P2O5 yang terkandung dalam mineral dapat digunakan sebagai acuan untuk mengklasifikasikan batuan beku berdasarkan kandungan kimianya. Analisis kimia batuan dapat digunakan sebagai jalan untuk menentukan bagaimana pembentukan magma, pendugaan temperatur dankedalaman magma asal. Saat akan menganalisis komposisi kimia pada batuan beku, syarat utama batuan beku tersebut dapat dianalisis adalah bahwa sampel batuan haruslah segar dan tidak lapuk, karena proses-proses seperti pelapukan atau ubahan dapat mengubah komposisi kimia batuan.
Kandungan senyawa kima batuan ekstrusi identik dengan batuan intrusinya, asalkan dalam 1 kelompok. Perbedaan yang ada hanyalah tempat pembentukannya saja yang mengakibatkan perbedaan tekstur batuan, seperti ukuran butir mineral dan derajat kristalisasi.

Deskripsi Mineral – mineral yang berasosiasi Pada batuan beku asam yakni :
- Kuarsa, dengan kilap kaca, colourless, memiliki kekerasan 7 skala mohs. Mineral ini hadir dengan ketembusan cahaya transparent, memiliki pecahan choncoidal, sifat dalamnya brittle dan berbentuk kristalin serta berstruktur prismatic dengan kelimpahan sangat melimpah. Mineral ini merupakan hasil pembekuan magma yang bersifat felsic pada suhu 600°C
- Ortoklas, dengan warna merah daging, memiliki kilap kaca hingga mutiara. Mineral ini memiliki kekerasan kurang lebih 6 skala mohs, pecahan uneven, berbentuk kristalin dan berstruktur granular dengan ketembusan cahaya transparent sampai translucent. Kelimpahan mineral ini dalam Granit bisa dikatakan melimpah hingga sangat melimpah.
- Plagioklas, dengan warna putih hingga abu-abu, memiliki kilap kaca hingga mutiara. Kekerasan 6 skala mohs, berbentuk kristalin dan berstruktur granular dengan pecahan uneven. Mineral ini meiliki ketembusan cahaya translucet dengan kelimpahan melimpah pada Granit.
- Hornblende, dengan warna hitam dan memiliki kilap kaca. Berbentuk kristalin dengan struktur prismatic. Kekerasan mineral ini 5-6 skala mohs dengan ketembusan cahaya translucent. Kelimpahan mineral ini pada Granit cukup melimpah.
- Biotit, merupakan mineral dengan warna hitam dan kilap mutiara. Mineral ini memiliki kekerasan 2-3 skala mohs dengan bentuk kristalin dan berstruktur foliasi karena memiliki belahan 1 arah. Ketembusan cahayanya translucent. Kelimpahan mineral ini pada Granit sedikit melimpah.
- Muskovit, dengan warna putih kemerah-merahan atau kecoklat-coklatan dengan kilap kaca, berstruktur lamellar, ketembusan cahaya transparent. Kelimpahan mineral ini sedikit melimpah.






III.2 Batuan beku intermediet

Batuan  yang memiliki kandungan SiO2 antara 52%– 66%. Contohnya adalah dasit.
Batuan beku intermediet umumnnya berwarna  lebih  gelap, batuan ini kebanyakan sebagai laccolith, lapolith, dyke dan sill. Bentuk-bentuk intrusi ini dikontrol oleh kekentalan magmanya yang intermediet. Komposisi jenis-jenis feldsfar sudah mulai adanya perimbangan antara potash feldsfar dan plagioklas. Temperatur pembekuan sekitar 9000C.berdasarkan atas perbandingan jenis-jenis feldsfarnya, maka batuan beku intermediet dapat dibagi dalam 2 golongan :
-           Batuan dengan komposisi potash feldsfar dan plagioklas dalam jumlah yang hampir sama : terdiri dari granodiorit, monzonit, latit dan dasit.
-          Batuan dengan komposisi plagioklas yang lebih dominan dari potash feldsfar terdiri dari diorite, tonalii, andesit dan dasit.
Batuan beku intermediet paling banyak memperlihatkan pelapukan spheriodal, karena banyak mengandung mineral feldsfar. Mineral-mineral feldsfar yang mengalami pelapukan tersebut dapat menjadi mineral kaolin. Baik gejala spheroidal maupun kaolinisasi dapat ditemukan pada batuan beku intermediet yang telah mengalami pensesaran (kaharuddin M.S, 1988).



Deskripsi Mineral – mineral yang berasosiasi Pada batuan beku Intermediet  yaitu:

- Plagioklas, dengan warna putih hingga abu-abu, memiliki kilap kaca hingga mutiara. Kekerasan 6 skala mohs, berbentuk kristalin dan berstruktur granular dengan pecahan uneven. Mineral ini meiliki ketembusan cahaya translucet dengan kelimpahan melimpah pada Granodiorite ini.
- Kuarsa, dengan kilap kaca, colourless, memiliki kekerasan 7 skala mohs. Mineral ini hadir dengan ketembusan cahaya transparent, memiliki pecahan choncoidal, sifat dalamnya brittle dan berbentuk kristalin serta berstruktur prismatic dengan kelimpahan melimpah. Mineral ini merupakan hasil pembekuan magma yang bersifat felsic pada suhu 600°C
- Ortoklas, dengan warna merah daging, memiliki kilap kaca hingga mutiara. Mineral ini memiliki kekerasan kurang lebih 6 skala mohs, pecahan uneven, berbentuk kristalin dan berstruktur granular dengan ketembusan cahaya transparent to translucent. Kelimpahan mineral ini dalam Granit bisa dikatakan melimpah cukup melimpah.
- Biotit, merupakan mineral dengan warna hitam dan kilap mutiara. Mineral ini memiliki kekerasan 2-3 skala mohs dengan bentuk kristalin dan berstruktur foliasi karena memiliki belahan 1 arah. Ketembusan cahayanya translucent. Kelimpahan mineral ini sedikit melimpah.
- Hornblenda, dengan warna hitam dan memiliki kilap kaca. Berbentuk kristalin dengan struktur prismatic. Kekerasan mineral ini 5-6 skala mohs dengan ketembusan cahaya translucent. Kelimpahan mineral ini sedikit melimpah.
http://www.geokem.com/images/scans/Syanite-thin-section2.jpg
Gambar : Granodiorit dalam sayatan tipis
Granodiorite merupakan batuan beku intermediete dengan tekstrur faneritik. Mineral-mineral yang hadir dalam batuan ini adalah Plagioklas, Kuarsa, Orthoklas, Biotite, dan Hornblenda.
Granodiorite merupakan batuan beku plutonik, yang terbentuk dari sebuah intrusi magma yang kaya silika dan mendingin pada batholit di bawah permukaan bumi. Granodiorite dapat terekspos pada permukaan setelah pengangkatan dan erosi.




III.3 Batuan beku basa
Memiliki kandungan SiO2 antara 45% – 52%.
            Batuan beku basa adalah batuan beku yang secara kimia mengandung 45%-52% SiO2 dalam komposisinya. Kandungan mineral penyusunnya di dominasi oleh mineral-mineral gelap (mafic). Batuan beku basa dapat terbentuk secara plutonik maupun vulkanik. Yang terbentuk secara plutonik umumnya adalah batuan dari kerak samudra yang terbentuk dari jalur tektonik divergen, sedangkan yang terbentuk secara vulkanik adalah dari gunung api atau intrusian yang ketebalan kerak buminya tidak terlalu tebal. Kehadiran mineral-mineralnya seperti Olivin, Piroksin, Hornblende, Biotit, Plagiolas dan sedikit Kuarsa. Warna pada batuan beku basa ini umumnya gelap karena kandungan mineralnya yang dominan gelap.
Batuan beku basa memperlihatkan warna yang umumnya gelap atau hitam dikarenakan adanya mineral-mineral feromagnesium dan mineral-mineral plagioklas yang bersifat basa. Pada batuan beku basa, kadang ditemukan vesiculasi-vesiculai sebagai bahan-bahan volatile. Seiring pula dijumpai dalam bentuk seperti susunan balok atau phoe-phoe, ini khas pada sifat magma yang masih cair (Kaharuddin M.S, 1988).
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjC_nAbZwaT7_husj5pHUabl-auMvPt6K4JJraAb8gCioq9tyiIgiHxOzmsbCLK28wsF3MhPcPVmMD-qnoEqEtp_YSUf9Nw23caYZ77sUPzBTfFSBCOT4k1sb-pZK-7BqO0wX5AzgjOP9g/s320/gabro28.gif
Gambar : Gabro sebagai contoh batuan beku Basa

Gabro, berwarna kelabu kehijauan, berhablur penuh, hipidiomorf, berbutir seragam, besaran butir antara 1–4,5mm, tersusun oleh mineral plagi-oklas (labradorit) dan piroksen (augit) dengan mineral ikutan hornblende dan bijih. Tempat piroksen terkloritkan men-jadi hornblende. Di beberapa tempat batuan ultramafik, diorit, berwarna kelabu, berhablur penuh, hipidiomorf berbutir seragam, butiran berkisar 1–2,5mm, mineral plagioklas (andesine), dengan mi-neral tambahan biotit, hornblende dan bijih malihan dan batuan ultramafik.
Mineral- mineral  berbutir kasar penyusunnya ini termasuk di dalamnya kebanyakan berupa feldspar plagioklas dan kuarsa, biasanya ditemukan dalam bentuk sills dan dikes..
Dikes, Dyke 
Dykes







III.4 Batuan beku ultrabasa
Batuan beku ultrabasa adalah batuan beku yang secara kimia mengandung kurang dari 45% SiO2 dari komposisinya. Kandungan mineralnya didominasi oleh mineral-mineral berat dengan kandungan unsur-unsur seperti Fe(besi/iron) dan Mg(magnesium) yang disebut juga mineral ultramafik. Batuan beku ultrabasa hanya dapat terbentuk secara plutonik, dikarenakan materi magma asalnya yang merupakan magma induk(parent magma) yang berasal dari asthenosfer. Kehadiran mineralnya seperti olivin, piroksin, hornblende, biotit dan sedikit plagioklas. Pada batuan beku ultrabasa hampir tidak ditemukan mineral kuarsa. Batuan beku ultrabasa ini juga hanya bertekstur afanitik karena sifat tempat terbentuknya yang plutonik.
Batuan beku ultra basa adalah batuan yang tersusun oleh mineral-mineral ferromagnesium, sehingga kenampakan sangat gelap atau hitam,.oleh karena kondisi pembekuan batuan beku ultrabasa pada kedalaman  dan tekanan yang besar serta urutan kristalisasi dari mineral-mineral penyusunnya, mengkristal pada tingkat temperature yang relative sama, tidak ada kebebasan suatu mineral tumbuh dengan baik sehingga itu membentuk kristal/mineral penyusun batuan beku ultrabasa yaitu berbentuk anhedral-subhedral (Kaharuddin M.S, 1988)
Deskripsi Mineral – mineral yang berasosiasi Pada batuan beku Ultrabasa  yaitu:

- Olivin, dengan warna hijau kekuning-kuningan. Memiliki kilap kaca hingga mutiara. Berstruktur granular. Ketembusan Cahaya translucent. Kelimpahan dalam Peridotite sangat melimpah.

- Piroksen, dengan warana hijau kehitam-hitaman, memiliki kilap kaca. Kekerasan 5-6 skala mohs, berbentuk kristalin dan berstruktur granular. Ketembusan cahaya translucentKelimpahan mineral ini melimpah.

- Hornblenda, dengan warna hitam dan kilap kaca, memiliki kekerasan 5-6 skala mohs berbentuk kristalin dengan struktur prismatic. Ketembusan cahaya translucent. Kelimpahannya sedikit melimpah.

- Biotite, dengan warna hitam dan kilap mutiara, kekeransan 2-3 skala mohs, ketembusan cahayanya translucent. Kelimpahan mineral ini sedikit melimpah.

https://encrypted-tbn2.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcR_8kPMpCwz8U7vMW__E7E7AtVbp5MDevD9ZF5Ns-Xwxh_d75XdnQ
Gambar : Detail Peidotite

Peridotite merupakan batuan beku intrusif ultra basa dengan mineral-mineral mafic sebagai mineral pembentuknya sebagai hasil dari pembekuan magma pada suhu tinggi di bawah permukaan bumi, yaitu olovin dan piroksen


















BAB IV

BATUAN PIROKLASTIK

IV.1 BATUAN PIROKLASTIKA (PYROCLASTIC ROCKS)

Batuan piroklastik adalah suatu batuan yang berasal dari letusan gunungapi, sehingga merupakan hasil pembatuan daripada bahan hamburan atau pecahan magma yang dilontarkan dari dalam bumi ke permukaan. Itulah sebabnya dinamakan sebagai piroklastika, yang berasal dari kata pyro berarti api (magma yang dihamburkan ke permukaan hampir selalu membara, berpendar atau berapi), danclast artinya fragmen, pecahan atau klastika. Dengan demikian, pada prinsipnya batuan piroklastika adalah batuan beku luar yang bertekstur klastika. Hanya saja pada proses pengendapan, batuan piroklastika ini mengikuti hukum-hukum di dalam proses pembentukan batuan sedimen. Misalnya diangkut oleh angin atau air dan membentuk struktur-struktur sedimen, sehingga kenampakan fisik secara keseluruhan batuannya seperti batuan sedimen. Pada kenyataannya, setelah menjadi batuan, tidak selalu mudah untuk menyatakan apakah batuan itu sebagai hasil kegiatan langsung dari suatu letusan gunungapi (sebagai endapan primer piroklastika), atau sudah mengalami pengerjaan kembali (reworking) sehingga secara genetik dimasukkan sebagai endapan sekunder piroklastika atau endapan epiklastika. Berdasarkan ukuran butir klastikanya, sebagai bahan lepas (endapan) dan setelah menjadi batuan piroklastika, penamaannya seperti pada Tabel 3.6.
Bom gunungapi adalah klastika batuan gunungapi yang mempunyai struktur-struktur pendinginan yang terjadi pada saat magma dilontarkan dan membeku secara cepat di udara atau air dan di permukaan bumi. Salah satu struktur yang sangat khas adalah struktur kerak roti (bread crust structure). Bom ini pada umumnya mempunyai bentuk membulat, tetapi hal ini sangat tergantung dari keenceran magma pada saat dilontarkan. Semakin encer magma yang dilontarkan, maka material itu juga terpengaruh efek puntiran pada saat dilontarkan, sehingga bentuknya dapat bervariasi. Selain itu, karena adanya pengeluaran gas dari dalam material magmatik panas tersebut serta pendinginan yang sangat cepat maka pada bom gunungapi juga terbentuk struktur vesikuler serta tekstur gelasan dan kasar pada permukaannya. Bom gunungapi berstruktur vesikuler di dalamnya berserat kaca dan sifatnya ringan disebut batuapung (pumice). Batuapung ini umumnya berwarna putih terang atau kekuningan, tetapi ada juga yang merah daging dan bahkan coklat sampai hitam. Batuapung umumnya dihasilkan oleh letusan besar atau kuat suatu gunungapi dengan magma berkomposisi asam hingga menengah, serta relatif kental. Bom gunungapi yang juga berstruktur vesikuler tetapi di dalamnya tidak terdapat serat kaca, bentuk lubang melingkar, elip atau seperti rumah lebah disebut skoria (scoria). Bom gunungapi jenis ini warnanya merah, coklat sampai hitam, sifatnya lebih berat daripada batuapung dan dihasilkan oleh letusan gunungapi lemah berkomposisi basa serta relatif encer. Bom gunungapi berwarna hitam, struktur masif, sangat khas bertekstur gelasan, kilap kaca, permukaan halus, pecahan konkoidal (seperti botol pecah) dinamakanobsidian. Blok atau bongkah gunungapi dapat merupakan bom gunungapi yang bentuknya meruncing, permukaan halus gelasan sampai hipokristalin dan tidak terlihat adanya struktur-struktur pendinginan. Dengan demikian blok dapat merupakan pecahan daripada bom gunungapi, yang hancur pada saat jatuh di permukaan tanah/batu. Bom dan blok gunungapi yang berasal dari pendinginan magma secara langsung tersebut disebut bahan magmatik primer, material esensial atau juvenile). Blok juga dapat berasal dari pecahan batuan dinding (batuan gunungapi yang telah terbentuk lebih dulu, sering disebut bahan aksesori), atau fragmen non-gunungapi yang ikut terlontar pada saat letusan (bahan aksidental).
Batuan – batuan piroklastik adalah batuan yang dihasilkan oleh proses litifikasi bahan – bahan lepas yang dilemparkan dari pusat vulkanik selama erupsi yang bersifat explosif. Bahan tersebut jatuh kemudian mengalami litifikasi baik sebelum di transport maupun “reworking” oleh media air atau es”.
            Batuan piroklastik adalah batuan yang tersusun atas fragmen – fragmen hasil erupsi vulkanik secara explosive, Williams, Turner and Guilbert (1954).
            Menurut Heinrich (1956), batuan piroklastik terdiri atas bahan rombakan yang diletuskan dari lubang vulkanik, diangkut melalui udara sebagai bahan maupun awan pijar, kemudian diendapkan di atas tanah yang dalam kondisi kering ata dalam tubuh air. Fisher (1961) lihat Carozi (1975), mengartikan batuan piroklastik sebagai bagian dari batuan vulkanoklastik.
Pembagian bahan-bahan piroklastik
            Pembagian bahan-bahan piroklastik yang berikut didasarkan atas macam proses-proses yang dialaminya sejak pelemparan dari pusat erupsi. Bahan-bahan piroklastik dapat terjadi dalam 6 cara sebagai berikut :
Tipe I :     Bahan-bahan piroklastik setelah dilemparkan dari pusat vulkanik jatuh langsung ke darat yang kering melalui udara saja. Jikalau bahan tersebut jatuh pada lereng kerucut gunung api yang curam, maka dapat terjad pergerakan yang disebabkan oleh gravitasi (misalnya longsor “avalanche”). Onggokan dari jatuhan piroklastik tersebut kalau mengalami litifikasi akan menghasilkan batuan beku vulkanik “fragmental”.
Tipe II :    Bahan-bahan piroklastik setelah dilemparkan dari pusat vulkanik, diangkut ketempat pengendapan di dalam medium gas yang dihasilkan dari magma sendiri : maksudnya bahan-bahan piroklastik tersebut di bawa oleh mekanisme-mekanisme “glowing avalanche” atau aliran abu.
Tipe III :  Bahan-bahan piroklastik setelah dilemparkan dari pusat vulkanik yang dapat terletak di bawah muka laut/danau atau didarat, jatuh langsung ke dalam air tenang. Bahan-bahan tersebut tidak bercampur dengan bahan-bahan yang bukan bahan piroklastik dan juga tidak mengalami “reworking”.
Tipe IV :  Bahan-bahan piroklastik setelah dikeluarkan dari pusat vulkanik (baik di darat maupun di bawah muka laut/danau) jatuh langsung melalui air yang aktif. Sebelum mengalami litifikasi, bahan-bahan tersebut mengalami “reworking” dan dapat bercampur dengan bahan yang bukan bahan piroklastik.
Tipe V :    Bahan-bahan piroklastik yang telah jatuh, kemudian sebelum litifikasi dia diangkut dan kemudian diendapkan kembali di tempat lain oleh air (misal aliran lumpur/lahar, sungai dll).
Tipe VI :  Bahan-bahan piroklasik yang jatuh ke bawah mengalami litifikasi, kemudian mengalami pelapukan dan tererosi, selanjutnya di angkut dan diendapkan kembali ditempat lain.

Dari proses ini akan membentuk 2 endapan piroklastik yaitu :
1.Piroklastik flow deposit.
2.Piroklastik fall deposit.
1.      Piroklastik flow akan membentuk :
a.       Breksi aliran piroklastik
Menurut fisher (1960) breksi dengan penyusun utama terdiri atas fragmen runcing-runcing hasil endapan piroklastik.
b.      Welded tuff
Welded tuff yang istilah biasa digunakan di Amerika dan Australia diartikan sebagai bagian dari ignimbrit yang terelaskan.
c.       Ignimbrit.
Ignimbrit menurut MacDonald (1972), adalah suatu batuan yang terbentuk dari aliran abu panas, yang dalam sayatan tipis terlihat kristal-kristal yang rusak (broken crystal) terelaskan oleh gelas satu dengan lainnya.
2.      Pyroklastik fall dimana pada endapan ini akan membentuk batuan :
a.       Aglomerat : menurut Fisher (1961) sebagai batuan yang terbentuk dari hasil konsolidasi material yang mengandung bom, (tuff-aglomerat merupakan batuan yang jumlah kandungan bom dan abu sebanding atau dominan terdiri atas abu vulkanik.
b.      Breksi piroklastik menurut Mac Donald (1972) dan Fisher (1958) diartikan sebagai batuan yang mengandung blok lebih dari 50%.
c.       Tuff  pyroclastic breccia : penamaan ini diberikan oleh Norton (1917) dan Mac Donald (1972) sebagai batuan yang mengandung blok sebanding dengan dengan abu vulkanik atau, lebih dominan tersusun atas abu vulkanik.
d.      Lapillistone : menurut Fisher (1961), batuan yang penyusun utamanya terdiri atas ukuran lapili (2-64 mm)
e.       Lapilli tuff, menurut Fisher (1961) dan Mac Donald (1972), batuan yang kandungan lapilli – abu vulkanik hampir sama atau abu volkanik lebih dominan.
f.       Tuff : batuan yang tersusu atas abu vulkanik (2mm), yang dapat dibagi lagi menjadi tufa kasar dan halus.

KOMPONEN MATERIAL PENYUSUN BATUAN PIROKLASTIK
-          Rock Fragmen
Fragmen pada batuan pyroklastik bisa  berupa batuan kristalin dan rock fragmen yang bersumber dari berbagai jenis batuan.
RF
 
RF
 
RF
 
Foto Rock fragmen pada tufa lapili.
-          Matrix
merupakan bahan detrital halus yang terendap bersama-sama dengan fragmen, dan selalunya terletak di ruang yang terdapat di antara fragmen.
-          Vitric
Semen pada batuan piroklastik bisa berupa gelas vulkanik.