PENDAHULUAN
Petrologi adalah ilmu yang mempelajari
tentang batuan, baik keterdapatannya maupun cara terbentuknya dipermukaan bumi
yang mencakup mengenai cara terjadinya, komposisi, klasifikasi batuan serta
hubungannya dengan proses-proses dan sejarah geologinya. Sedangkan petrogenesa adalah ilmu yang
mempelajari tentang asal–usul batuan, sehingga dengan demikian petrologi dapat
lebih diperjelas lagi sebagai ilmu batuan yang secara luas meliputi petrografi dan petrogenesa.
Adapun petrografi adalah merupakan cara tentang pendeskripsian batuan berdasarkan tekstur, mineralogi dan susunan kimia dengan bantuan mikroskop. Dengan demikian petrologi merupakan ilmu batuan secara luas meliputi petrografi dan petrogenesa. Batuan adalah bagian dari kerak bumi sebagai agregat mineral-mineral yang membangun bumi. Pengetahuan tentang batuan sangat penting dalam mempelajari cabang-cabang geologi yang lain. Kerak bumi bersifat dinamis dan merupakan tempat berlangsungnya proses pembentukan batuan. Karena sifatnya yang dinamis tersebutlah banyak proses-proses lain yang mempengaruhi batuan tersebut sehingga suatu batuan dapat berubah menjadi batuan lain atau merupakan suatu siklus yang berkesinambungan yang prosesnya masih berlangsung hingga sampai saat ini.
Semua batuan yang ada di permukaan bumi akan mengalami pelapukan.
Adapun petrografi adalah merupakan cara tentang pendeskripsian batuan berdasarkan tekstur, mineralogi dan susunan kimia dengan bantuan mikroskop. Dengan demikian petrologi merupakan ilmu batuan secara luas meliputi petrografi dan petrogenesa. Batuan adalah bagian dari kerak bumi sebagai agregat mineral-mineral yang membangun bumi. Pengetahuan tentang batuan sangat penting dalam mempelajari cabang-cabang geologi yang lain. Kerak bumi bersifat dinamis dan merupakan tempat berlangsungnya proses pembentukan batuan. Karena sifatnya yang dinamis tersebutlah banyak proses-proses lain yang mempengaruhi batuan tersebut sehingga suatu batuan dapat berubah menjadi batuan lain atau merupakan suatu siklus yang berkesinambungan yang prosesnya masih berlangsung hingga sampai saat ini.
Semua batuan yang ada di permukaan bumi akan mengalami pelapukan.
Penyebab pelapukan tersebut ada 3 macam:
1. Pelapukan secara fisika: perubahan suhu panas ke dingin dan sebaliknya akan berpengaruh terhadap batuan. Hujan dapat membuat rekahan-rekahan di batuan menjadi berkembang sehingga membuat batuan pecah menjadi partikel yang lebih kecil.
2. Pelapukan secara kimia: Bahkan air pun dapat bereaksi melarutan beberapa jenis batuan. Udara yang terpolusi dapat menyebabkan “hujan asam” yang dapat menyebabkan pelapukan batuan secara kimiawi.
3. Pelapukan secara biologi: Pelapukan yang disebabkan oleh
gangguan dari akar tanaman. Akar-akar dapat menyebabkan timbulnya
rekahan-rekahan di batuan dan lama kelamaan batuan akan terpecah menjadi
partikel-partikel yang lebih kecil.
Makassar,
Oktober 2012
Rajendra Prazad
D611 10 252
BAB I
TEKNIK
SAMPLING
Sampel (conto) merupakan satu bagian yang
representatif atau satu bagian dari keseluruhan yang bisa menggambarkan
berbagai karakteristik untuk tujuan inspeksi atau menunjukkan bukti-bukti
kualitas, dan merupakan sebagian dari populasi stastistik dimana sifat-sifatnya
telah dipelajari untuk mendapatkan informasi keseluruhan.
Secara spesifik, conto dapat dikatakan sebagai sekumpulan
material yang dapat mewakili jenis batuan, formasi, atau badan bijih (endapan)
dalam arti kualitatif dan kuantitatif dengan pemerian (deskripsi) termasuk
lokasi dan komposisi dari batuan, formasi, atau badan bijih (endapan) tersebut.
Proses pengambilan conto tersebut disebut sampling (pemercontohan).
Sampling dapat dilakukan karena beberapa alasan (tujuan)
maupun tahapan pekerjaan (tahapan eksplorasi, evaluasi, maupun eksploitasi).
Pada tahap eksplorasi sampling dilakukan pada badan bijih (mineable thickness)
dan tidak hanya terbatas pada zona mineralisasi saja, tetapi juga pada
zona-zona low grade maupun material barren, dengan tujuan untuk mendapatkan
batas yang jelas antara masing-masing zona tersebut. Fase evaluasi, sampling
dilakukan tidak hanya pada zona endapan, tapi juga pada daerah-daerah di
sekitar endapan dengan tujuan memperoleh informasi lain yang berhubungan dengan
kestabilan lereng dan pemilihan metode penambangan. Selama masa eksploitasi,
sampling tetap dilakukan dengan tujuan kontrol kadar (quality control) dan
monitoring front kerja (kadar pada front kerja yang aktif, kadar pada bench
open pit, atau kadar pada umpan material).
Pemilihan metode sampling dan sejumlah conto yang akan
diambil tergantung pada beberapa faktor, antara lain :
- Tipe endapan,
pola penyebaran, serta ukuran endapan.
- Tahapan
pekerjaan dan prosedur evaluasi,
- Lokasi
pengambilan conto (pada zona mineralisasi, alterasi, atau barren),
- Kedalaman
pengambilan conto, yang berhubungan dengan letak dan kondisi batuan induk.
- Anggaran untuk
sampling dan nilai dari bijih.
Beberapa kesalahan yang mungkin terjadi dalam sampling,
antara lain :
- Salting, yaitu
peningkatan kadar pada conto yang diambil sebagai akibat masuknya material lain
dengan kadar tinggi ke dalam conto.
- Dilution, yaitu pengurangan kadar akibatnya
masuknya waste ke dalam conto.
- Erratic high
assay, yaitu kesalahan akibat kekeliruan dalam penentuan posisi (lokasi)
sampling karena tidak memperhatikan kondisi geologi.
- Kesalahan dalam
analisis kimia, akibat conto yang diambil kurang representatif.
Bulk Sampling
Bulk sampling (conto ruah) ini merupakan
metode sampling dengan cara mengambil material dalam jumlah (volume) yang
besar. Pada fase sebelum operasi penambangan, bulk sampling ini dilakukan untuk
mengetahui kadar pada suatu blok atau bidang kerja. Metode bulk sampling ini
juga umum dilakukan untuk uji metalurgi dengan tujuan mengetahui recovery
(perolehan) suatu proses pengolahan. Sedangkan pada kegiatan eksplorasi, salah
satu penerapan metode bulk sampling ini adalah dalam pengambilan conto dengan
sumur uji.
Grab Sampling
Secara umum, metode grab sampling ini
merupakan teknik sampling dengan cara mengambil bagian dari suatu material
(baik di alam maupun dari suatu tumpukan) yang mengandung mineralisasi secara
acak (tanpa seleksi yang khusus). Tingkat ketelitian sampling pada metode ini
relatif mempunyai bias yang cukup besar.
Beberapa kondisi pengambilan conto dengan teknik grab
sampling ini antara lain :
- Pada tumpukan
material hasil pembongkaran untuk mendapatkan gambaran umum kadar.
- Pada material
di atas dump truck atau belt conveyor pada transportasi material, dengan tujuan
pengecekan kualitas.
- Pada fragmen
material hasil peledakan pada suatu muka kerja untuk memperoleh kualitas umum
dari material yang diledakkan, dll.
Channel Sampling
Channel sampling adalah suatu metode (cara)
pengambilan conto dengan membuat alur (channel) sepanjang permukaan yang
memperlihatkan jejak bijih (mineralisasi). Alur tersebut dibuat secara teratur
dan seragam (lebar 3-10 cm, kedalaman 3-5 cm) secara horizontal, vertikal, atau
tegak lurus kemiringan lapisan. Ada beberapa cara atau pendekatan yang dapat
dilakukan dalam mengumpulkan fragmen-fragmen batuan dalam satu conto atau
melakukan pengelompokan conto (sub-channel) yang tergantung pada tipe (pola)
mineralisasi, antara lain :
- Membagi panjang
channel dalam interval-interval yang seragam, yang diakibatkan oleh variasi
(distribusi) zona bijih relatif lebar. Contohnya pada pembuatan channel dalam
sumur uji pada endapan laterit atau residual.
- Membagi panjang
channel dalam interval-interval tertentu yang diakibatkan oleh variasi
(distribusi) zona mineralisasi.
- Untuk kemudahan,
dimungkinkan penggabungan sub-channel dalam satu analisis kadar atau dibuat
komposit.
- Pada batubara atau
endapan berlapis, dapat diambil channel sampling per tebal seam (lapisan) atau
ply per ply (jika terdapat sisipan pengotor).
Chip Sampling
Chip sampling (conto tatahan) adalah salah
satu metode sampling dengan cara mengumpulkan pecahan batuan (rock chip) yang
dipecahkan melalui suatu jalur yang memotong zona mineralisasi dengan
menggunakan palu atau pahat. Jalur sampling tersebut biasanya bidang horizontal
dan pecahan-pecahan batuan tersebut dikumpulkan dalam suatu kantong conto.
Kadang-kadang pengambilan ukuran conto yang seragam (baik ukuran butir, jumlah,
maupun interval) cukup sulit, terutama pada urat-urat yang keras dan brittle (seperti
urat kuarsa), sehingga dapat menimbulkan kesalahan seperti oversampling
(salting) jika ukuran fragmen dengan kadar tinggi relatif lebih banyak daripada
fragmen yang low grade.
BAB III
BATUAN
BEKU
Pengertian batuan
beku adalah jenis
batuan yang terbentuk dari magma yang mendingin dan mengeras dengan atau tanpa
proses kritalisasi baik di bawah permukaan sebagai batuan instrusif maupun di
atas permukaan bumi sebagai ekstrutif. Batuan beku dalam bahasa latin dinamakan
igneus (dibaca ignis) yang artinya api.
Batuan beku
insteusif atau instrusi atau plutonik adalah batuan beku yang telah menjadi
kristal dari sebuah magma yang meleleh di bawah permukaan Bumi. Magma yang
membeku di bawah tanah sebelum mereka mencapai permukaan bumi disebut dengan
nama pluton. Nama Pluto diambil dari nama Dewa Romawi dunia bawah tanah. Batuan
dari jenis ini juga disebut sebagai batuan beku plutonik atau batuan beku
intrusif. Sedangkan batuan
beku ekstrusif adalah batuan beku yang terjadi karena keluarnya magma ke
permukaan bumi dan menjadi lava atau meledak secara dahsyat di atmosfer dan
jatuh kembali ke bumi sebagai batuan.
Magma dapat berasal dari batuan setengah cair ataupun batuan
yang sudah ada, baik di mantel ataupun kerak bumi. Umumnya, proses pelelehan
dapat terjadi karena salah satu dari proses-proses berikut ini ; penurunan
tekanan, kenaikan temperatur, atau perubahan komposisi. Lebih dari 700 tipe
batuan beku telah berhasil dideskripsikan, dan sebagian besar batuan beku
tersebut terbentuk di bawah permukaan kerak bumi.
Berdasarkan keterangan dari
para ahli seperti Bapak Turner dan Verhoogen tahun 1960, Bapak F.F Groun Tahun
1947, Bapak Takeda Tahun 1970, Magma didefinisikan atau diartikan sebagai
cairan silikat kental pijar yang terbentuk secara alami, memiliki temperatur
yang sangat tinggi yaitu antara 1.500 sampai dengan 2.500 derajat celcius serta
memiliki sifat yang dapat bergerak dan terletak di kerak bumi bagian bawah.
Dalam magma terdapat bahan-bahan yang terlarut di dalamnya yang bersifat
volatile / gas (antara lain air, co2, chlorine, fluorine, iro, sulphur dan
bahan lainnya) yang magma dapat bergerak, dan non-volatile / non gas yang
merupakan pembentuk mineral yang umumnya terdapat pada batuan beku.
Dalam perjalanan menuju bumi
magma mengalami penurunan suhu, sehingga mineral-mineral pun akan terbentuk.
Peristiwa ini disebut dengan peristiwa penghabluran.
TEKSTUR BATUAN
BEKU
Tekstur pada batuan beku
umumnya ditentukan oleh tiga hal utama, yaitu kritalinitas, Granularitas dan Bentuk
Kristal. Mari kita bahas ketiga hal penting tersebut satu persatu.
1.
Kristalinitas
Kristalinitas merupakan derajat kristalisasi dari suatu batuan beku pada waktu terbentuknya batuan tersebut. Kristalinitas dalam fungsinya digunakan untuk menunjukkan berapa banyak yang berbentuk kristal dan yang tidak berbentuk kristal, selain itu juga dapat mencerminkan kecepatan pembekuan magma. Apabila magma dalam pembekuannya berlangsung lambat maka kristalnya kasar. Sedangkan jika pembekuannya berlangsung cepat maka kristalnya akan halus, akan tetapi jika pendinginannya berlangsung dengan cepat sekali maka kristalnya berbentuk amorf. Dalam pembentukannnya dikenal tiga kelas derajat kristalisasi, yaitu:
Kristalinitas merupakan derajat kristalisasi dari suatu batuan beku pada waktu terbentuknya batuan tersebut. Kristalinitas dalam fungsinya digunakan untuk menunjukkan berapa banyak yang berbentuk kristal dan yang tidak berbentuk kristal, selain itu juga dapat mencerminkan kecepatan pembekuan magma. Apabila magma dalam pembekuannya berlangsung lambat maka kristalnya kasar. Sedangkan jika pembekuannya berlangsung cepat maka kristalnya akan halus, akan tetapi jika pendinginannya berlangsung dengan cepat sekali maka kristalnya berbentuk amorf. Dalam pembentukannnya dikenal tiga kelas derajat kristalisasi, yaitu:
- Holokristalin, Holokristalin adalah batuan beku dimana semuanya tersusun oleh kristal. Tekstur holokristalin adalah karakteristik batuan plutonik, yaitu mikrokristalin yang telah membeku di dekat permukaan.
- Hipokristalin, Hipokristalin adalah apabila sebagian batuan terdiri dari massa gelas dan sebagian lagi terdiri dari massa kristal.
- Holohialin, Holohialin adalah batuan beku yang semuanya tersusun dari massa gelas. Tekstur holohialin banyak terbentuk sebagai lava (obsidian), dike dan sill, atau sebagai fasies yang lebih kecil dari tubuh batuan.
2.
Granularitas
Granularitas dapat diartikan sebagai besar butir (ukuran) pada batuan beku. Pada umumnya dikenal dua kelompok tekstur ukuran butir, yaitu:
Granularitas dapat diartikan sebagai besar butir (ukuran) pada batuan beku. Pada umumnya dikenal dua kelompok tekstur ukuran butir, yaitu:
a. Fanerik atau fanerokristalin, Besar kristal-kristal dari golongan ini dapat dibedakan satu sama lain secara megaskopis dengan mata telanjang. Kristal-kristal jenis fanerik ini dapat dibedakan menjadi:
- Halus (fine), apabila ukuran diameter butir kurang dari 1 mm.
- Sedang (medium), apabila ukuran diameter butir antara 1 – 5 mm.
- Kasar (coarse), apabila ukuran diameter butir antara 5 – 30 mm.
- Sangat kasar (very coarse), apabila ukuran diameter butir lebih dari 30 mm.
b. Afanitik, Besar kristal-kristal dari golongan ini
tidak bisa dibedakan dengan mata telanjang sehingga diperlukan bantuan
mikroskop. Batuan dengan tekstur afanitik dapat tersusun oleh kristal, gelas
atau keduanya. Dalam analisis mikroskopis dibedakan menjadi tiga yaitu :
- Mikrokristalin, Jika mineral-mineral pada batuan beku bisa diamati dengan bantuan mikroskop dengan ukuran butiran sekitar 0,1 – 0,01 mm.
- Kriptokristalin, jika mineral-mineral dalam batuan beku terlalu kecil untuk diamati meskipun dengan bantuan mikroskop. Ukuran butiran berkisar antara 0,01 – 0,002 mm.
- Amorf/glassy/hyaline, apabila batuan beku tersusun oleh gelas.
- Mikrokristalin, Jika mineral-mineral pada batuan beku bisa diamati dengan bantuan mikroskop dengan ukuran butiran sekitar 0,1 – 0,01 mm.
- Kriptokristalin, jika mineral-mineral dalam batuan beku terlalu kecil untuk diamati meskipun dengan bantuan mikroskop. Ukuran butiran berkisar antara 0,01 – 0,002 mm.
- Amorf/glassy/hyaline, apabila batuan beku tersusun oleh gelas.
3. Bentuk Kristal.
Bentuk kristal merupakan
sifat dari suatu kristal dalam batuan, jadi bukan sifat batuan secara
keseluruhan. Ditinjau dari pandangan dua dimensi dikenal tiga bentuk kristal,
yaitu:
- Euhedral, jika batas
dari mineral adalah bentuk asli dari bidang kristal.
- Subhedral, jika sebagian dari batas kristalnya sudah tidak terlihat lagi.
- Anhedral, jika mineral sudah tidak mempunyai bidang kristal asli.
- Ditinjau dari pandangan tiga dimensi, dikenal empat bentuk kristal, yaitu:
- Equidimensional, jika bentuk kristal ketiga dimensinya sama panjang.
- Tabular, jika bentuk kristal dua dimensi lebih panjang dari satu dimensi yang lain.
- Subhedral, jika sebagian dari batas kristalnya sudah tidak terlihat lagi.
- Anhedral, jika mineral sudah tidak mempunyai bidang kristal asli.
- Ditinjau dari pandangan tiga dimensi, dikenal empat bentuk kristal, yaitu:
- Equidimensional, jika bentuk kristal ketiga dimensinya sama panjang.
- Tabular, jika bentuk kristal dua dimensi lebih panjang dari satu dimensi yang lain.
- Prismitik, jika bentuk
kristal satu dimensi lebih panjang dari dua dimensi yang lain.
- Irregular, jika bentuk
kristal tidak teratur.
Hubungan Antar
Kristal
Hubungan antar
kristal atau disebut juga relasi diartikan sebagai hubungan antara kristal atau
mineral yang satu dengan yang lain dalam suatu batuan. hubungan antar kritak
dapat dibagi menjadi beberapa jenis antara lain sebagai berikut :
- Equigranular, yaitu jika secara relatif ukuran kristalnya yang membentuk batuan berukuran sama besar. Berdasarkan keidealan kristal-kristalnya, maka equigranular dibagi menjadi tiga, yaitu:
- Equigranular, yaitu jika secara relatif ukuran kristalnya yang membentuk batuan berukuran sama besar. Berdasarkan keidealan kristal-kristalnya, maka equigranular dibagi menjadi tiga, yaitu:
- Panidiomorfik granular, yaitu jika sebagian besar mineral-mineralnya terdiri dari mineral-mineral yang euhedral.
- Hipidiomorfik granular, yaitu jika sebagian besar mineral-mineralnya terdiri dari mineral-mineral yang subhedral.
- Allotriomorfik granular, yaitu jika sebagian besar mineral-mineralnya terdiri dari mineral-mineral yang anhedral.
- Inequigranular, yaitu jika ukuran butir kristalnya sebagai pembentuk batuan tidak sama besar. Mineral yang besar disebut fenokris dan yang lain disebut massa dasar atau matrik yang bisa berupa mineral atau gelas.
STRUKTUR BATUAN
BEKU
Struktur batuan beku sebagian besar hanya dapat dilihat di lapangan saja, misalnya:
Pillow lava atau lava bantal, yaitu struktur paling khas dari batuan vulkanik bawah laut, membentuk struktur seperti bantal.
Joint struktur, merupakan
struktur yang ditandai adanya kekar-kekar yang tersusun secara teratur tegak
lurus arah aliran. Sedangkan struktur yang dapat dilihat pada contoh-contoh
batuan (hand speciment sample), yaitu:
Masif, yaitu jika tidak
menunjukkan adanya sifat aliran, jejak gas (tidak menunjukkan adanya
lubang-lubang) dan tidak menunjukkan adanya fragmen lain yang tertanam dalam
tubuh batuan beku.
Vesikuler, yaitu struktur
yang berlubang-lubang yang disebabkan oleh keluarnya gas pada waktu pembekuan
magma. Lubang-lubang tersebut menunjukkan arah yang teratur.
Skoria, yaitu struktur
yang sama dengan struktur vesikuler tetapi lubang-lubangnya besar dan
menunjukkan arah yang tidak teratur.
Amigdaloidal, yaitu struktur
dimana lubang-lubang gas telah terisi oleh mineral-mineral sekunder, biasanya
mineral silikat atau karbonat.
Xenolitis, yaitu struktur
yang memperlihatkan adanya fragmen/pecahan batuan lain yang masuk dalam batuan
yang mengintrusi.
Pada umumnya batuan beku tanpa struktur (masif), sedangkan struktur-struktur yang ada pada batuan beku dibentuk oleh kekar (joint) atau rekahan (fracture) dan pembekuan magma, misalnya: columnar joint (kekar tiang), dan sheeting joint (kekar berlembar).
KOMPOSISI MINERAL
BATUAN BEKU
Cara menentukan kandungan
mineral pada batuan beku, dapat dilakukan dengan menggunakan indeks warna dari
batuan kristal. Berdasarkan warna mineral sebagai penyusun batuan beku dapat
dikelompokkan menjadi dua, yaitu mineral Felsik dan Mineral Mafik.
- Mineral felsik, merupakan mineral yang berwarna terang, terutama terdiri dari mineral kwarsa, feldspar, feldspatoid dan muskovit.
- Mineral mafik, merupakan
mineral yang berwarna gelap, terutama biotit, piroksen, amphibol dan olivin.
Berdasarkan cara
terjadinya, kadungan SiO2 dan indeks warna batuan beku dapat diklasifikan.
Sehingga dapat ditentukan nama batuan yang berbeda-beda meskipun dalam jenis
batuan yang sama.
Menurut Rosenbusch
(1877-1976) Klasifikasi batuan beku berdasarkan cara terjadinya dapat dibagi
menjadi sebagai berikut :
- Effusive rock, merupakan
batuan beku yang terbentuk di permukaan.
- Dike rock, merupakan batuan beku yang terbentuk dekat permukaan.
- Deep seated rock, merupakan batuan beku yang jauh di dalam bumi. Oleh W.T. Huang (1962), jenis batuan ini disebut plutonik, sedang batuan effusive disebut batuan vulkanik.
- Dike rock, merupakan batuan beku yang terbentuk dekat permukaan.
- Deep seated rock, merupakan batuan beku yang jauh di dalam bumi. Oleh W.T. Huang (1962), jenis batuan ini disebut plutonik, sedang batuan effusive disebut batuan vulkanik.
Klasifikasi batuan beku
berdasarkan kandungan SiO2 (C.L. Hugnes, 1962), antara lain :
- Batuan beku asam,
batuan beku yang memiliki kandungan SiO2 lebih dari 66%. Contohnya adalah
riolit.
- Batuan beku intermediate, batuan beku yang memiliki kandungan SiO2 antara 52%– 66%. Contohnya adalah dasit.
- Batuan beku basa, batuan beku yang memiliki kandungan SiO2 antara 45% – 52%. Contohnya adalah andesit.
- Batuan beku ultra basa, batuan beku yang memiliki kandungan SiO2 kurang dari 45%. Contohnya adalah basalt.
Klasifikasi batuan beku
berdasarkan indeks warna menurut S.J. Shand, 1943, antara lain :
- Batuan beku Leucoctaris rock,
jika mengandung kurang dari 30% mineral mafik.
- Batuan beku Mesococtik rock, jika mengandung 30% – 60% mineral mafik.
- Batuan beku Melanocractik rock, jika mengandung lebih dari 60% mineral mafik.
- Batuan beku Mesococtik rock, jika mengandung 30% – 60% mineral mafik.
- Batuan beku Melanocractik rock, jika mengandung lebih dari 60% mineral mafik.
Sedangkan klasifikasi batuan
beku berdasarkan indeks warna menurut S.J. Ellis (1948) antara lain sebagai
berikut :
Batuan beku Holofelsic, batuan beku
dengan indeks warna kurang dari 10%.
Batuan beku Felsic, batuan beku dengan indeks warna 10% sampai 40%.
Batuan beku Mafelsic, batuan beku dengan indeks warna 40% sampai 70%.
Batuan Beku Mafik, batuan beku dengan indeks warna lebih dari 70%
Batuan beku Felsic, batuan beku dengan indeks warna 10% sampai 40%.
Batuan beku Mafelsic, batuan beku dengan indeks warna 40% sampai 70%.
Batuan Beku Mafik, batuan beku dengan indeks warna lebih dari 70%
Dalam siklus Batuan (Rock cycle), selain terbentuk langsung
dari pembekuan magma, batuan beku dapat juga terbentuk dari batuan lain seperti
batuan metamorf yang megalami peleburan dan pembekuan, lalu dapat juga
terbentuk dari batuan sedimen yang telah mengalami “melting” lalu mendingin
menjadi batuan beku.
Jika
magma adalah awal dari terbentuknya batuan beku, maka seharusnya komposisi
batuan tidaklah jauh berbeda dengan komposisi asalnya, yaitu magma. Magma
adalah cairan atau larutan silikat pejar yang terbentuk secara alamiah,
bersifat mudah bergerak (mobile), bersama antara 90°-110°C dan berasal atau
terbentuk pada kerak bumi bagian bawah hingga selubung bagian atas (F.F
Grounts,1947; Turner&Verhoogen,1960; H.Williams,1962). Secara fisika, magma
merupakan sistem berkomponen ganda (multi compoent system) dengan fase cair dan
sejumlah kristal yang mengapung di dalamnya sebagai komponen utama, dan pada
keadaan tertentu juga berfase gas.
Dally
(1933) berpendapat bahwa magma asli bersifat basa dan encer atau memiliki
viskositas rendah, dengan kandunganunsur kimia berat, kadar H+, OH-, dan gas
tinggi, sedangkan magma yang bersifat asam memiliki sfat-sifat yang berlawanan
dengan magma basa.
Bunsen
(1951), berpendapat bahwa ada 2 jenis magma, yaitu magma Basaltis (basa) dan
magma Granitis (asam). Dan batuan beku merupakan hasil pembekuan dari salah
satu jenis atau pencampuran kedua jenis magma ini yang kemudian mempunyai
komponen lain.
Komponen-komponen
kima yang terdapat dalam magma tentunya sangat berkaitan denngan komposisi
akhir batuan beku yang terbentuk. Secara lebih jauh, sebenarnya magma dapat
diklasifikasikan menjadi beberapa jenis berdasarkan kandungan-kandungan unsur
kimia tertentu, namun pada akhirnya pada proses pembekuan magma menjadi batuan
beku mengalami proses-proses yang tiidak jauh berbeda. Proses-proses yang
terjadi pada saat pembekuam magma secara kimiawi adalah terjadinya proses
pengelompokan unsur-unsur kimia sejenis, yang nantinya akan membentuk kristal
atau mineral-mineral tertentu sesuai dengan sifatnya, asam atau basa. Proses
ini dapat dijelaskan secara diagramatik dalam Bowen’s Reaction Series.
Gambar
: Bowen’s Reaction Series
Pada seri reaksi Bowen ini sacara garis besar menjelaskan
bahwa pada saat proses pendinginan magma, sebenarnya magma tidak langsung
semuanya membeku, namun terjadi proses pembentukan mineral-mineral seiring
dengan turunnya suhu magma secara perlahan, dan pada tiap penurunan suhu
tertentu menghasilkan jenis mineral yang berbeda. Mineral-mineral yang
terbentuk pertama, seperti Olivine, Anortit, dan lain-lain, merupaka
mineral-mineral yang bersifat basa, memiliki kristal besar karena proses
pembekuan yang lambat, serta secara lebih jauh batuan beku yang mengandung
mineral-mineral bersifat basa ini juga akan bersifat basa. Sedangkan
mineral-mineral yang terbentuk di akhir reaksi Bowen, seperi Muscovite dan
Quartz merupakan mineral yang bersifat asam. Dan dari seri reaksi Bowen,
semakin asam mineral, maka kandungan unsur-unsur silikanya semakin banyak.
Jadi, salah satu komponen yang diperhitungkan dalam pengklasifikasian batuan
beku secara kimiawi dapat dilihat dari kandungan unsur silika dalam batuan dan
karena secara kimiawi unsur-unsur terdapat dalam mineral, maka batuan beku juga
diklasifikasikan berdasarkan mineralogi yang sebenarnya merupakan representasi
lebih kompleks dari pengklasifikasian berdasarkan komposisi kimianya.
Selanjutnya, kahadiran mineral-mineral tertentu dalam batuan beku ini
mempengaruhi pemberian nama serta memberikan gambaran proses pembentukan, serta
menggambarkan komposisi kima batuan.
III.1 Batuan beku asam
Batuan beku asam (acid), kandungan silika > 65%
Batuan
ini umunya disusun oleh mineral yang bersifat asam seperti kuarsa, ortoklas,
biotit, muskovit, dan hornblende. Batuan beku asam dapat ditemukan di lapangan
dalam bentuk batolith, Laccolith, Lapolith, dan intrusi besar lainnya, batuan
beku asam cenderung membentuk suatu tubuh intrusi yang besar karena sifat
kekentalan magmanya yang tinggi, sehingga tidak bisa melalui celah-celah yang
sempit dalam bentuk dyke atau sill.(Kaharuddin M.S, 1988)
Granit : faneritik atau faneroporfiritik, berwarna cerah
Ryolit :
seperti granit namun bertekstur afanitik atau porfiroafanitik, merupakan batuan
lelehan granit.
Senyawa-senyawa oksida seperti SiO2, TiO2, Al2O3, Fe2O3, FeO,
MnO, MgO, CaO, Na2O, K2O,H2O, dan P2O5 yang terkandung dalam mineral dapat
digunakan sebagai acuan untuk mengklasifikasikan batuan beku berdasarkan
kandungan kimianya. Analisis kimia batuan dapat digunakan sebagai jalan untuk
menentukan bagaimana pembentukan magma, pendugaan temperatur dankedalaman magma
asal. Saat akan menganalisis komposisi kimia pada batuan beku, syarat utama
batuan beku tersebut dapat dianalisis adalah bahwa sampel batuan haruslah segar
dan tidak lapuk, karena proses-proses seperti pelapukan atau ubahan dapat
mengubah komposisi kimia batuan.
Kandungan
senyawa kima batuan ekstrusi identik dengan batuan intrusinya, asalkan dalam 1
kelompok. Perbedaan yang ada hanyalah tempat pembentukannya saja yang
mengakibatkan perbedaan tekstur batuan, seperti ukuran butir mineral dan
derajat kristalisasi.
Deskripsi Mineral – mineral yang berasosiasi Pada batuan beku asam yakni :
-
Kuarsa, dengan kilap kaca,
colourless, memiliki kekerasan 7 skala mohs. Mineral ini hadir dengan
ketembusan cahaya transparent, memiliki pecahan choncoidal, sifat dalamnya
brittle dan berbentuk kristalin serta berstruktur prismatic dengan kelimpahan
sangat melimpah. Mineral ini merupakan hasil pembekuan magma yang bersifat
felsic pada suhu 600°C
-
Ortoklas, dengan warna merah daging,
memiliki kilap kaca hingga mutiara. Mineral ini memiliki kekerasan kurang lebih
6 skala mohs, pecahan uneven, berbentuk kristalin dan berstruktur granular
dengan ketembusan cahaya transparent sampai translucent. Kelimpahan mineral ini
dalam Granit bisa dikatakan melimpah hingga sangat melimpah.
-
Plagioklas, dengan warna putih hingga
abu-abu, memiliki kilap kaca hingga mutiara. Kekerasan 6 skala mohs, berbentuk
kristalin dan berstruktur granular dengan pecahan uneven. Mineral ini meiliki
ketembusan cahaya translucet dengan kelimpahan melimpah pada Granit.
-
Hornblende, dengan warna hitam dan
memiliki kilap kaca. Berbentuk kristalin dengan struktur prismatic. Kekerasan
mineral ini 5-6 skala mohs dengan ketembusan cahaya translucent. Kelimpahan
mineral ini pada Granit cukup melimpah.
-
Biotit, merupakan mineral dengan
warna hitam dan kilap mutiara. Mineral ini memiliki kekerasan 2-3 skala mohs
dengan bentuk kristalin dan berstruktur foliasi karena memiliki belahan 1 arah.
Ketembusan cahayanya translucent. Kelimpahan mineral ini pada Granit sedikit
melimpah.
-
Muskovit, dengan warna putih
kemerah-merahan atau kecoklat-coklatan dengan kilap kaca, berstruktur lamellar,
ketembusan cahaya transparent. Kelimpahan mineral ini sedikit melimpah.
III.2 Batuan beku intermediet
Batuan yang memiliki kandungan SiO2 antara 52%– 66%.
Contohnya adalah dasit.
Batuan beku intermediet umumnnya berwarna lebih
gelap, batuan ini kebanyakan sebagai laccolith, lapolith, dyke dan sill.
Bentuk-bentuk intrusi ini dikontrol oleh kekentalan magmanya yang intermediet.
Komposisi jenis-jenis feldsfar sudah mulai adanya perimbangan antara potash
feldsfar dan plagioklas. Temperatur pembekuan sekitar 9000C.berdasarkan
atas perbandingan jenis-jenis feldsfarnya, maka batuan beku intermediet dapat
dibagi dalam 2 golongan :
-
Batuan dengan komposisi potash feldsfar dan
plagioklas dalam jumlah yang hampir sama : terdiri dari granodiorit, monzonit,
latit dan dasit.
-
Batuan
dengan komposisi plagioklas yang lebih dominan dari potash feldsfar terdiri
dari diorite, tonalii, andesit dan dasit.
Batuan beku intermediet paling banyak memperlihatkan
pelapukan spheriodal, karena banyak mengandung mineral feldsfar.
Mineral-mineral feldsfar yang mengalami pelapukan tersebut dapat menjadi
mineral kaolin. Baik gejala spheroidal maupun kaolinisasi dapat ditemukan pada
batuan beku intermediet yang telah mengalami pensesaran (kaharuddin M.S, 1988).
Deskripsi Mineral – mineral yang berasosiasi Pada batuan beku Intermediet yaitu:
- Plagioklas,
dengan warna putih hingga abu-abu, memiliki kilap kaca hingga mutiara.
Kekerasan 6 skala mohs, berbentuk kristalin dan berstruktur granular dengan
pecahan uneven. Mineral ini meiliki ketembusan cahaya translucet dengan
kelimpahan melimpah pada Granodiorite ini.
- Kuarsa,
dengan kilap kaca, colourless, memiliki kekerasan 7 skala mohs. Mineral ini hadir
dengan ketembusan cahaya transparent, memiliki pecahan choncoidal, sifat
dalamnya brittle dan berbentuk kristalin serta berstruktur prismatic dengan
kelimpahan melimpah. Mineral ini merupakan hasil pembekuan magma yang bersifat
felsic pada suhu 600°C
- Ortoklas,
dengan warna merah daging, memiliki kilap kaca hingga mutiara. Mineral ini
memiliki kekerasan kurang lebih 6 skala mohs, pecahan uneven, berbentuk
kristalin dan berstruktur granular dengan ketembusan cahaya transparent to
translucent. Kelimpahan mineral ini dalam Granit bisa dikatakan melimpah cukup
melimpah.
- Biotit,
merupakan mineral dengan warna hitam dan kilap mutiara. Mineral ini memiliki
kekerasan 2-3 skala mohs dengan bentuk kristalin dan berstruktur foliasi karena
memiliki belahan 1 arah. Ketembusan cahayanya translucent. Kelimpahan mineral
ini sedikit melimpah.
- Hornblenda,
dengan warna hitam dan memiliki kilap kaca. Berbentuk kristalin dengan struktur
prismatic. Kekerasan mineral ini 5-6 skala mohs dengan ketembusan cahaya
translucent. Kelimpahan mineral ini sedikit melimpah.
Gambar :
Granodiorit dalam sayatan tipis
Granodiorite merupakan batuan beku intermediete dengan tekstrur
faneritik. Mineral-mineral yang hadir dalam batuan ini adalah Plagioklas,
Kuarsa, Orthoklas, Biotite, dan Hornblenda.
Granodiorite merupakan batuan beku plutonik, yang terbentuk
dari sebuah intrusi magma yang kaya silika dan mendingin pada batholit di bawah
permukaan bumi. Granodiorite dapat terekspos pada permukaan setelah
pengangkatan dan erosi.
III.3 Batuan beku basa
Memiliki kandungan SiO2
antara 45% – 52%.
Batuan beku basa adalah batuan beku yang secara kimia
mengandung 45%-52% SiO2 dalam komposisinya. Kandungan mineral penyusunnya di
dominasi oleh mineral-mineral gelap (mafic). Batuan beku basa dapat terbentuk
secara plutonik maupun vulkanik. Yang terbentuk secara plutonik umumnya adalah
batuan dari kerak samudra yang terbentuk dari jalur tektonik divergen,
sedangkan yang terbentuk secara vulkanik adalah dari gunung api atau intrusian
yang ketebalan kerak buminya tidak terlalu tebal. Kehadiran mineral-mineralnya
seperti Olivin, Piroksin, Hornblende, Biotit, Plagiolas dan sedikit Kuarsa.
Warna pada batuan beku basa ini umumnya gelap karena kandungan mineralnya yang
dominan gelap.
Batuan beku basa memperlihatkan warna yang umumnya gelap atau hitam
dikarenakan adanya mineral-mineral feromagnesium dan mineral-mineral plagioklas
yang bersifat basa. Pada batuan beku basa, kadang ditemukan
vesiculasi-vesiculai sebagai bahan-bahan volatile. Seiring pula dijumpai dalam
bentuk seperti susunan balok atau phoe-phoe, ini khas pada sifat magma yang
masih cair (Kaharuddin M.S, 1988).
Gambar
: Gabro sebagai contoh batuan beku Basa
Gabro,
berwarna kelabu kehijauan, berhablur penuh, hipidiomorf, berbutir seragam,
besaran butir antara 1–4,5mm, tersusun oleh mineral plagi-oklas (labradorit)
dan piroksen (augit) dengan mineral ikutan hornblende dan bijih. Tempat
piroksen terkloritkan men-jadi hornblende. Di beberapa tempat batuan
ultramafik, diorit, berwarna kelabu, berhablur penuh, hipidiomorf berbutir
seragam, butiran berkisar 1–2,5mm, mineral plagioklas (andesine), dengan
mi-neral tambahan biotit, hornblende dan bijih malihan dan batuan ultramafik.
Mineral- mineral berbutir
kasar penyusunnya ini termasuk di dalamnya kebanyakan berupa feldspar
plagioklas dan kuarsa, biasanya ditemukan dalam bentuk sills dan dikes..
Dykes
III.4 Batuan beku ultrabasa
Batuan beku ultrabasa adalah batuan beku yang secara kimia
mengandung kurang dari 45% SiO2 dari komposisinya. Kandungan mineralnya
didominasi oleh mineral-mineral berat dengan kandungan unsur-unsur seperti
Fe(besi/iron) dan Mg(magnesium) yang disebut juga mineral ultramafik. Batuan
beku ultrabasa hanya dapat terbentuk secara plutonik, dikarenakan materi magma
asalnya yang merupakan magma induk(parent magma) yang berasal dari asthenosfer.
Kehadiran mineralnya seperti olivin, piroksin, hornblende, biotit dan sedikit
plagioklas. Pada batuan beku ultrabasa hampir tidak ditemukan mineral kuarsa.
Batuan beku ultrabasa ini juga hanya bertekstur afanitik karena sifat tempat
terbentuknya yang plutonik.
Batuan
beku ultra basa adalah batuan yang tersusun oleh mineral-mineral
ferromagnesium, sehingga kenampakan sangat gelap atau hitam,.oleh karena
kondisi pembekuan batuan beku ultrabasa pada kedalaman dan tekanan yang besar serta urutan
kristalisasi dari mineral-mineral penyusunnya, mengkristal pada tingkat
temperature yang relative sama, tidak ada kebebasan suatu mineral tumbuh dengan
baik sehingga itu membentuk kristal/mineral penyusun batuan beku ultrabasa
yaitu berbentuk anhedral-subhedral (Kaharuddin M.S, 1988)
Deskripsi Mineral – mineral yang berasosiasi Pada batuan beku Ultrabasa yaitu:
-
Olivin, dengan warna hijau
kekuning-kuningan. Memiliki kilap kaca hingga mutiara. Berstruktur granular.
Ketembusan Cahaya translucent. Kelimpahan dalam Peridotite sangat melimpah.
-
Piroksen, dengan warana hijau
kehitam-hitaman, memiliki kilap kaca. Kekerasan 5-6 skala mohs, berbentuk
kristalin dan berstruktur granular. Ketembusan cahaya translucentKelimpahan
mineral ini melimpah.
-
Hornblenda, dengan warna hitam dan
kilap kaca, memiliki kekerasan 5-6 skala mohs berbentuk kristalin dengan
struktur prismatic. Ketembusan cahaya translucent. Kelimpahannya sedikit
melimpah.
-
Biotite, dengan warna hitam dan kilap
mutiara, kekeransan 2-3 skala mohs, ketembusan cahayanya translucent.
Kelimpahan mineral ini sedikit melimpah.
Gambar
: Detail Peidotite
Peridotite merupakan batuan beku intrusif ultra basa dengan
mineral-mineral mafic sebagai mineral pembentuknya sebagai hasil dari pembekuan
magma pada suhu tinggi di bawah permukaan bumi, yaitu olovin dan piroksen
BAB IV
BATUAN
PIROKLASTIK
IV.1 BATUAN PIROKLASTIKA (PYROCLASTIC
ROCKS)
Batuan piroklastik adalah suatu batuan yang berasal dari
letusan gunungapi, sehingga merupakan hasil pembatuan daripada bahan hamburan
atau pecahan magma yang dilontarkan dari dalam bumi ke permukaan. Itulah
sebabnya dinamakan sebagai piroklastika, yang
berasal dari kata pyro berarti api (magma yang
dihamburkan ke permukaan hampir selalu membara, berpendar atau berapi), danclast artinya fragmen, pecahan atau klastika.
Dengan demikian, pada prinsipnya batuan piroklastika adalah batuan beku
luar yang bertekstur klastika. Hanya saja pada proses pengendapan,
batuan piroklastika ini mengikuti hukum-hukum di dalam proses pembentukan
batuan sedimen. Misalnya diangkut oleh angin atau air dan membentuk
struktur-struktur sedimen, sehingga kenampakan fisik secara keseluruhan
batuannya seperti batuan sedimen. Pada kenyataannya, setelah menjadi batuan,
tidak selalu mudah untuk menyatakan apakah batuan itu sebagai hasil kegiatan
langsung dari suatu letusan gunungapi (sebagai endapan primer piroklastika),
atau sudah mengalami pengerjaan kembali (reworking)
sehingga secara genetik dimasukkan sebagai endapan sekunder piroklastika atau
endapan epiklastika. Berdasarkan ukuran butir klastikanya, sebagai bahan lepas
(endapan) dan setelah menjadi batuan piroklastika, penamaannya seperti pada
Tabel 3.6.
Bom gunungapi adalah klastika batuan
gunungapi yang mempunyai struktur-struktur pendinginan yang terjadi pada saat
magma dilontarkan dan membeku secara cepat di udara atau air dan di permukaan
bumi. Salah satu struktur yang sangat khas adalah struktur kerak roti (bread crust structure). Bom ini pada umumnya
mempunyai bentuk membulat, tetapi hal ini sangat tergantung dari keenceran
magma pada saat dilontarkan. Semakin encer magma yang dilontarkan, maka
material itu juga terpengaruh efek puntiran pada saat dilontarkan, sehingga
bentuknya dapat bervariasi. Selain itu, karena adanya pengeluaran gas dari
dalam material magmatik panas tersebut serta pendinginan yang sangat cepat maka
pada bom gunungapi juga terbentuk struktur vesikuler serta tekstur gelasan dan
kasar pada permukaannya. Bom gunungapi berstruktur vesikuler di dalamnya
berserat kaca dan sifatnya ringan disebut batuapung (pumice). Batuapung ini umumnya berwarna putih
terang atau kekuningan, tetapi ada juga yang merah daging dan bahkan coklat
sampai hitam. Batuapung umumnya dihasilkan oleh letusan besar atau kuat suatu
gunungapi dengan magma berkomposisi asam hingga menengah, serta relatif kental.
Bom gunungapi yang juga berstruktur vesikuler tetapi di dalamnya tidak terdapat
serat kaca, bentuk lubang melingkar, elip atau seperti rumah lebah disebut skoria (scoria). Bom
gunungapi jenis ini warnanya merah, coklat sampai hitam, sifatnya lebih berat
daripada batuapung dan dihasilkan oleh letusan gunungapi lemah berkomposisi
basa serta relatif encer. Bom gunungapi berwarna hitam, struktur masif, sangat
khas bertekstur gelasan, kilap kaca, permukaan halus, pecahan konkoidal
(seperti botol pecah) dinamakanobsidian. Blok atau
bongkah gunungapi dapat merupakan bom gunungapi yang bentuknya meruncing,
permukaan halus gelasan sampai hipokristalin dan tidak terlihat adanya
struktur-struktur pendinginan. Dengan demikian blok dapat merupakan pecahan
daripada bom gunungapi, yang hancur pada saat jatuh di permukaan tanah/batu.
Bom dan blok gunungapi yang berasal dari pendinginan magma secara langsung
tersebut disebut bahan magmatik primer, material esensial atau juvenile). Blok juga dapat berasal dari pecahan
batuan dinding (batuan gunungapi yang telah terbentuk lebih dulu, sering
disebut bahan aksesori), atau fragmen non-gunungapi yang ikut terlontar pada
saat letusan (bahan aksidental).
“Batuan – batuan piroklastik adalah batuan yang
dihasilkan oleh proses litifikasi bahan – bahan lepas yang dilemparkan dari
pusat vulkanik selama erupsi yang bersifat explosif. Bahan tersebut jatuh
kemudian mengalami litifikasi baik sebelum di transport maupun “reworking” oleh
media air atau es”.
Batuan piroklastik adalah batuan
yang tersusun atas fragmen – fragmen hasil erupsi vulkanik secara explosive,
Williams, Turner and Guilbert (1954).
Menurut Heinrich (1956), batuan
piroklastik terdiri atas bahan rombakan yang diletuskan dari lubang vulkanik,
diangkut melalui udara sebagai bahan maupun awan pijar, kemudian diendapkan di
atas tanah yang dalam kondisi kering ata dalam tubuh air. Fisher (1961) lihat
Carozi (1975), mengartikan batuan piroklastik sebagai bagian dari batuan
vulkanoklastik.
Pembagian
bahan-bahan piroklastik
Pembagian bahan-bahan piroklastik
yang berikut didasarkan atas macam proses-proses yang dialaminya sejak
pelemparan dari pusat erupsi. Bahan-bahan piroklastik dapat terjadi dalam 6
cara sebagai berikut :
Tipe I : Bahan-bahan
piroklastik setelah dilemparkan dari pusat vulkanik jatuh langsung ke darat
yang kering melalui udara saja. Jikalau bahan tersebut jatuh pada lereng kerucut
gunung api yang curam, maka dapat terjad pergerakan yang disebabkan oleh
gravitasi (misalnya longsor “avalanche”). Onggokan dari jatuhan piroklastik
tersebut kalau mengalami litifikasi akan menghasilkan batuan beku vulkanik
“fragmental”.
Tipe II : Bahan-bahan piroklastik setelah dilemparkan dari pusat vulkanik,
diangkut ketempat pengendapan di dalam medium gas yang dihasilkan dari magma
sendiri : maksudnya bahan-bahan piroklastik tersebut di bawa oleh
mekanisme-mekanisme “glowing avalanche” atau aliran abu.
Tipe III : Bahan-bahan piroklastik setelah dilemparkan dari pusat vulkanik
yang dapat terletak di bawah muka laut/danau atau didarat, jatuh langsung ke
dalam air tenang. Bahan-bahan tersebut tidak bercampur dengan bahan-bahan yang
bukan bahan piroklastik dan juga tidak mengalami “reworking”.
Tipe IV : Bahan-bahan piroklastik setelah dikeluarkan dari pusat vulkanik
(baik di darat maupun di bawah muka laut/danau) jatuh langsung melalui air yang
aktif. Sebelum mengalami litifikasi, bahan-bahan tersebut mengalami “reworking”
dan dapat bercampur dengan bahan yang bukan bahan piroklastik.
Tipe V : Bahan-bahan
piroklastik yang telah jatuh, kemudian sebelum litifikasi dia diangkut dan
kemudian diendapkan kembali di tempat lain oleh air (misal aliran lumpur/lahar,
sungai dll).
Tipe VI : Bahan-bahan piroklasik yang jatuh ke bawah mengalami litifikasi,
kemudian mengalami pelapukan dan tererosi, selanjutnya di angkut dan diendapkan
kembali ditempat lain.
Dari proses ini akan membentuk 2 endapan piroklastik
yaitu :
1.Piroklastik flow deposit.
2.Piroklastik fall deposit.
1.
Piroklastik flow akan membentuk :
a.
Breksi aliran piroklastik
Menurut fisher (1960) breksi dengan penyusun utama
terdiri atas fragmen runcing-runcing hasil endapan piroklastik.
b.
Welded tuff
Welded tuff yang istilah biasa digunakan di Amerika dan
Australia diartikan sebagai bagian dari ignimbrit yang terelaskan.
c.
Ignimbrit.
Ignimbrit menurut MacDonald (1972), adalah suatu batuan
yang terbentuk dari aliran abu panas, yang dalam sayatan tipis terlihat
kristal-kristal yang rusak (broken crystal) terelaskan oleh gelas satu dengan
lainnya.
2.
Pyroklastik fall dimana pada endapan ini akan membentuk
batuan :
a.
Aglomerat : menurut Fisher (1961) sebagai batuan yang
terbentuk dari hasil konsolidasi material yang mengandung bom, (tuff-aglomerat
merupakan batuan yang jumlah kandungan bom dan abu sebanding atau dominan
terdiri atas abu vulkanik.
b.
Breksi piroklastik menurut Mac Donald (1972) dan Fisher (1958)
diartikan sebagai batuan yang mengandung blok lebih dari 50%.
c.
Tuff pyroclastic
breccia : penamaan ini diberikan oleh Norton (1917) dan Mac Donald (1972)
sebagai batuan yang mengandung blok sebanding dengan dengan abu vulkanik atau,
lebih dominan tersusun atas abu vulkanik.
d.
Lapillistone : menurut Fisher (1961), batuan yang
penyusun utamanya terdiri atas ukuran lapili (2-64 mm)
e.
Lapilli tuff, menurut Fisher (1961) dan Mac Donald
(1972), batuan yang kandungan lapilli – abu vulkanik hampir sama atau abu volkanik
lebih dominan.
f.
Tuff : batuan yang tersusu atas abu vulkanik (2mm), yang
dapat dibagi lagi menjadi tufa kasar dan halus.
KOMPONEN MATERIAL
PENYUSUN BATUAN PIROKLASTIK
-
Rock Fragmen
Fragmen pada batuan pyroklastik
bisa berupa batuan kristalin dan rock
fragmen yang bersumber dari berbagai jenis batuan.
|
|
|
Foto
Rock fragmen pada tufa lapili.
-
Matrix
merupakan
bahan detrital halus yang terendap bersama-sama dengan fragmen, dan selalunya
terletak di ruang yang terdapat di antara fragmen.
-
Vitric
Semen pada batuan piroklastik bisa berupa gelas vulkanik.